BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Abad 18 seringkali disebut sebagai zaman Aufklaerung yang berarti pencerahan. Dinamakan demikian karena pada periode ini manusia mencari cahaya baru dalam rasionya. Keadaan periode ini erat kaitannya dengan perode kebangkitan yang sebelumnya dianalogikan sebagai keadaan belum akil baligh, di mana manusia kurang menggunakan kemampuan akal budinya. Salah satu ciri terpenting dari zaman Aufklarung adalah perkembanagn pesat ilmu pengetahuan. Dalam fisika kita kenal ilmuwan besar seperti Siir Isaac Newton. Karena rasio mendapat tempat terhormat dan menjadi pusat perhatian, maka orang mulai meragukan wahyu dan otoritas agama. Mudah dimengerti, mengapa di Perancis muncul berbagai paham yang apatis terhadap gereja.
Dalam periode ini Fisika berkembang dengan pesat terutama dalam mendapatkan formulasi-formulasi umum dalam Mekanika, Fisika Panas, Listrik-Magnet dan Gelombang, yang masih terpakai sampai saat ini. Dalam Gelombang diformulasikan teori gelombang cahaya, prinsip interferensi, difraksi dan lain-lain. Dalam fisika klasik, fenonema alam dilukiskan secara konkrit melalui logika "naif" dan "rasio akal sehat". Bidang ini mencakup mekanika
B. Tujuan Masalah
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Fisika serta menambah pengetahuan dan wawasan tentang Sejarah Fisika dalam dunia pendidikan kita saat ini.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian cahaya itu?
2. Apakah cahaya itu menurut pendapat Newton?
3. Apakah cahaya itu menurut Fresnel?
BAB II
PEMBAHASAN
A. CAHAYA : GELOMBANG Atau PARTIKEL???
Cahaya termasuk unsur fisik yang penting, tapi belum pernah diamati secara langsung oleh mata manusia. Manusia baru bisa melihat gejalanya. Upaya untuk memahami cahaya tidak hanya mulai dari awal abad ke 19. Orang yunani kuno percaya bahwa mata manusia memancarkan seberkas sinar sewaktu melihat.
Huygens dalam bukunya Traite de la lumiere (telaah cahaya) yang terbit pada tahun 1690 membayangkan cahaya seperti gelombang. Inilah pernyataan tentang cahaya yang pertama. Hipotesa gelombang ini hanya bertujuan untuk mencari penjelasan geometris tabiat cahaya (misalnya memantul dan membias). Gelombang yang dibayangkan Huygens adalah gelombang longitudinal bukan gelombang tranversal. Lagi pula gelombang Huygens tidak periodik, Huygens sengaja membuatnya demikian untuk menghindari gangguan diantara dua sinar yang menyilang. Gagasan ini disusun tanpa data hasil eksperimen sama sekali.Walaupun demikian Huygens telah menggalang kubu yang cukup berpengruh dalam perdebatan sengi tentang cahaya.
Descartes mengangkat kembali gagasan Huygens di perancis, ia membayangkan cahaya sebagai getaran dalam eter. Descartes tidak banyak menguji dugaannya, dan ia tidak tahu perbedaan antara fakta dan dugaan kontras dengan Newton yang dapat membedakan keduanya dengan jernih.
Cahaya pertama kali dibahas secara rinci oleh Newton. Pendirian Newton yang oleh pengikutnya ditafsirkan sebagai teori partikel, kemudian menjadi dogma selama seabad lamanya. Pengertian partikel nantinya diserang oleh teori gelombang young dan fresnel pada awal abad ke 19.
B. PARTIKEL CAHAYA NEWTON
Ketika muda Newton sudah mengasah lensa. Pada umur 23 tahun ia membeli prisma dan meneliti cahaya warna-warni yang dihasilkannya. Cahaya putih menurutnya bukan murni melainkan campuran berbagai warna. Jika berbagai warna itu gabungkan aka akan didapat cahaya putih. Hal ini dibeberkan kesidang Royal Society. Pengamatan Newton dikecam habis-habisan oleh Robert Hooke.
Pada tahun 1704 Newton menerbitkan Opticks, pada bagian akhir opticks edisi pertama yang terbit setahun setelah Hooke meninggal Newton kembali mengajukan beberapa spekulasi secara lebih hati-hati tentang sifat cahaya. Ia menguraikan secara terperinci teori tentang cahaya. Dia menganggap cahaya terbuat partikel-partikel (corpuscles) yang sangat halus, bahwa materi biasa terdiri dari partikel yang lebih kasar, dan berspekulasi bahwa melalui sejenis transmutasi alkimia "mungkinkah benda kasar dan cahaya dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, ... dan mungkinkah benda-benda menerima aktivitasnya dari partikel cahaya yang memasuki komposisinya?" Spekulasi tentang cahaya ia tuangkan dalam bentuk sejumlah pertanyaan. Satu diantaranya mengungkapkan keyakinannya bahwa cahaya bersifat seperti partikel,
“ Bukankah cahaya merupakan butiran teramat kecil yang dipancarkan oleh benda yang mengkilap ? Butiran seperti itu akan melewati medium yang seragam mengikuti garis lurus, tanpa dibelokkan dan masuk kedalam bayangan dan demikianlah juga sifat cahaya.”
Butir-butir ini melaju bak berondongan peluru menaati hukum dinamika, gejala pemantulan barangkali mudah dijelaskan dengan pengertian peluru ini. Newton menjelaskan cahaya bagaikan peluru yang melaju mengikuti lintasan lurus. Anehnya dilain tempat Newton malah mengusulkan teori getaran eter untuk menjelaskan sifat cahaya. Ini memperlihatkan ketidakkonsistenan Newton. Tapi Newton percaya bahwa eter terdiri dari partikel yang sangat halus yang membuatnya bersifat sangat renggang dan lenting. Alam tanpa eter tidak mungkin menghantar gelombang.
Newton bersikukuh menolak ide Huygens bahwa cahaya bersifat gelombang. Menurut Newton gelombang akan melebar dan mengisi seluruh ruang seperti gelombang air mengisi ceruk kolam, padahal dalam praktik cahaya mengikuti garis lurus dan tidak mengisi ruang bayangan. Pada kesempatan lain Newton menyatakan lebih suka langit tetap kosong daripada diisi eter. Bagaimanapun juga sekiranya ruang angkasa diisi eter maka perjalanan benda langit terhambat. Implikasi ini tidak teramati, ia tetap lebih suka alam tanpa eter, persis seperti ajaran atonomi yunani. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Newton masih bimbang perihal cahaya, ia tidak dapat memilih antara model peluru dan getaran eter meski condong pada yang pertama. Dalam edisi kedua Principia (1713) Newton kembali menutup segala spekulasi dan menulis “saya tidak mengakali hipotesa”.
C. BERONDONGAN PARTIKEL CAHAYA
Walaupun Newton sendiri jelas-jelas kurang yakin tentang sifat cahaya, orang-orang yang mendewakannya tidak perduli dengan keraguan itu. Bagi mereka Newton mengajar sifat “peluru” cahaya secara lugas. Bagian opticks yang membahas getaran yang dirangsang dalam eter tidak dihiraukan murid-murid newton. Ada buku teks terbitan 1738 menegaskan bahwa sulit membayangkan cahaya selain partikel materi yang sangat kecil tapi jelas. Anggapan bahwa cahaya adalah materi menjadi unsur kepercayaan para ahli optika yang dipegang erat-erat. Topik cahaya untuk pertama kalinya juga menjadi bagian mekanika, atau tepatnya dinamika yang berkaitan pada newton.
Sampai pertengahan abad ke 18 kepercayaan menggebu-gebu pada cahaya sebagai peluru belum teruji lewat percobaan. Misalnya, argumen tentang sebutir partikel eter yang meliputi sekurangnya lima lapis: tiga lapis menarik dan dua lapis menolak. Lintasan yang ditempus oleh sebutir peluru cahaya yang dipantulkan, dan satu lagi yang masuk dan terbias.
Ada lagi ilmuan yang menanyakan implus yang semestinya terukur ketika serentetan peluru menabrak tembok. Massa setiap peluru sudah jelas sangat kecil, tapi kecepatannya sangat tinggi. Oleh karena itu perubahan momentum yang terjadi ketika peluru berhenti (atau terpantul) mestinya juga bisa terukur. Karena persoalan semacam ini, sejak pertengahan abad ke – 18 sejumlah ahli beralih ke teori eter. Perpindahan itu mematangkan revolusi ilmiah baru.
D. ETER : MENYEMBUR ATAU BERGETAR??
Pada abad itu ada dua golongan teori yang melibatkan fluida kosmik. Fluida itu dapat menembus kesegala arah. Teori pertama menyatakan bahwa fluida (eter) mengalir keluar dari sumber. Teori kedua menyatakan bahwa eter bergembing tapi bergetar. Cahaya adalah getaran yang merambat didalamnya. Matahari menyemprotkan fluida kesegala penjuru dengan kecepatan tinggi.
Teori semprotan eter ini ada hubungannya dengan aliran agama tertentu. Hutchison, seorang teolog yang namanya terkait dengan teori ini, tampaknya terpengaruh oleh neoplatonisme Reinaisans (abad ke – 16) serta mistik kristen. Menurut hutchison cahaya ibarat api tahta Allah yang menyebar dan mengisi seluruh alam semesta. Api ini mewujudkan diri tidak hanya sebagai cahaya tetapi juga panas dan listrik.
Hutchison mengarang buku yang berjudul Principia Musa (1748 – 1749), jelas ingin melawan Principia newton. Selain teolog ada juga ahli kimia serta dokter yang menaruh perhatian pada teori ini. Antaranya herman boerhaave (1668 – 1738), yang menerbitkan buku teks kimia elementa Chemiae (unsur-unsur kimia) pada 1724. Kimia masa itu sangat berbeda dengan kimia modern. Ia banyak berampur filsafat dan bahkan ilmu sihir. Meskipun ada sederet nama terkemuka dalam aliran kepercayaan ini, termasuk George Berkeley seorang teolog dan filosof (1685 -1753) dan James Hutton (1726 – 1797), peletak dasar geologi gmbaran semprotan eter ini semakin dilupakan, dan akhirnya mati pada awal abad ke – 19.
Teori getaran eter lebih ilmiah. Walaupun banyak ahli pada abad ke 18 telah menganut teori Newton, sekelompok ilmuan bersikukuh membela teori Descartes, Hooke Dan Huygens. Kelompok ini yang umumnya dari kalangan sarjana cukup berpengaruh. Salah satunya ialah Leonhard Euler (1707-1783). Pada 1746 ia menerbitkan buku yang beragumen bahwa benda bercahaya terdiri atas partikel kecil yang bergetar bagaikan dawai biola yang terentang. Menurut Euler nada suara dan warna cahaya tergantung pada frekuensi.Pada umumnya ilmuan inggris menggolongkan Euler sekelompok dengan Descartes dan Huygens, orang-orang yang argumennya dimandulkan oleh Newton. Keberadaan eter tidak dapat menjelaskan lintasan lurus cahaya.
Selain Euler ada beberapa ilmuan yang tetap menganut teori eter seperti Thomas Young (1773-1829), dalam serangkaian kegiatan antara 1800-1803 Young mengobarkan kembali ide Euler yang muncul 50 tahun sebelumnya. Ia berkutat dengan ide eter sebagai penjelasan secara menyeluruh untuk berbagai gejala baik optik, panas, listrik, maupun magnetik. Ia mengakui banyak mendapat ide dari tulisan Newton dalam opticks tentang eter, ia bahkan menyisipkan tulisan Newton kedalam buku-bukunya. Pada massa itu sudah banyak orang yang tahu bahwa dalam keadaan tertentu cahaya monokromatis yang jatuh pada selapis air sabun yang tipis akan menghasilkan jumbai terang dan gelap. Pada 1800 Young mengusulkan gejala ini sebagai resonasi terkait dengan getaran dan gelombang. Setahun kemudian ia menemukan apa yang disebut prinsip Interverensi dan ia sadar bahwa penemuannya ini sangat penting. Pada 1802 ia menambah prinsip superposisi. Menarik untuk dicatat bahwa bagi young sendiri prinsip interferensi dan superposisi ini lepas sama sekali dari pengertian sifat cahaya. Keduanya hanya merupakan “hukum” yang dapat diperiksa secara geometris dan matematis bukan hipotesa sifat cahaya. Oleh karena itu interferensi bisa dianggap bukan sumbangan terhadap silang pendapat eter sebagaimana kunci untuk segala macam gejala alam.
Lepasnya teori interferensi dari teori eter tidak disadari ole para penentang Young. Mereka umumnya menganggap Young hanya mengipas lagi ide Descartes tentang getaran eter. Descartes menurut mereka sudah ketinggalan zaman dan bertentangan dengan Newton. Salah satu penentang Young, Brougham bahkan menulis usul Young adalah yang paling tidak masuk akal di antara sekian banyak hipotesa sepanjang sejarah manusia. Tak heran jika Young tidak banyak diperhatikan oleh sesama fisikawan pada massa itu, padahal ia melampaui Descartes.
E. FRESNEL MELAWAN PELURU CAHAYA
Augustin Jean Fresnel (1788-1827) ialah insiyur militer diperancis menulis makalah ilmiah sejak 1815 sampai menjelang wafat. Pada 1814 ia pertama kali menolak teori peluru. Ia mengemukakan teori interferensi gelombang untuk menjelaskan pengamatan sehelai rambut yang menghasilkan bayangan yang berjumbai-jumbai. Penjelasannya keliru karena menganggap interferensi terjadi antara cahaya langsung dendgan cahaya yang terpantul dari rambut. Walaupun demikian teori interferensi yang mendasarinya betul. Ada sejarawan yang percaya bahwa penemuan interferensi ini dibuat secara mandiri, sementara ada lagi yang meragukan pendapat ini dan menduga Fresnel mendengar tentang Young lewat teman. Bagaimanapun juga pada 1819 Fresnel memperbaiki penjelasannya tentang rambut.
Ia mengemukakan teori tentang rambut yang lebih maju daripada Young. Young tidak memakai teori gelombang, melainkan pengertian selisih panjang lintasan dua cahaya. Adapun Fresnel untuk pertamakalinya mengangkat kembali prinsip Huygens dan berhasil merumuskan tidak hanya letak maksimum dan juga minimum, tapi juga intensitas cahaya disembarang titik. Rumusan ini memberi jawaban yang sangat dekat dengan hasil percobaan.
Pada 1821 Fresnel menyatakan bahwa gejala bias rangkap pada kristak kalsit adalah gejala polarisasi. Karena polarisasi hanya mungkin terjadi pada gelombang transversal, maka pendapat ini langsung melawan para penganut teori eter yang masih menganggap cahaya sebagai gelombang longitudinal. Dirumuskan lain, Fresnel untuk pertama kalinya menyatakan cahaya sebagai gelombang tranversal bukan longitudinal.
Kesimpulan ini membawa konsekuensi yang besar. Gelombang tranversal tidak dapat merambat dalam fluida padahal selama ini eter dianggap sejenis fluida(cair atau gas). Oleh karena itu eter seharusnya dianggap sebagai zat padat lantaran hanya zat padat yang dapat meneruskan gelombang tranversal. Ironisnya Fresnel tetap memahami cahaya sebagai gelombang eter. Ia selalu mencari penjelasan mekanis untuk rambatan gelombang dalam medium ini. Pada awal dasawarsa 1820an teori gelombang Fresnel yang matematis mulai tersebar dan dalam tempo singkat ilmuan muda menganggap teori ini sebagai hal yang luar biasa serta setia pada hasil pengamatan empiris.Pada 1827 Royal Society memberi hadiah kepada Fresnel atas penemuannya.
F. REVOLUSI ILMIAH MELETUP
Ilmuan muda inggris mulai menerima teori gelombang akhir dasawarsa 1820an, Perubahan ino berdampak pecahnya perdebatan sengit mengenai cahaya, terutama melawan ilmuan tua penganut teori peluru. Sikap ilmuan muda penganut teori gelombang yang matematis berlawanan dengan seniornya. Bagi mereka hipotesa lebih penting peranannya. Alih-alih berburuk sangka hipotesa dianggap sebagai dorongan untuk meneliti. Hipotesa harus lebih mampu menjelaskan berbagai gejala alam dan tunduk pada hukum-hukum mekanika yang sudah diketahui.Setelah 30 tahun ilmuan tua akhirnya bisa menerima teori gelombang. Sudah barang tentu teori itu diterima bukan sebagai kebenaran melainkan “alat yang berguna”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan pada halaman-halaman sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, pada bab ini kita menemukan revolusi ilmiah walaupun hanya dalam skala kecil, mula-mula ada pengertian bahwa cahaya bagaikan peluru yang melaju mengikuti lintasan lurus. Ide ini berakar pada spekulasi Newton , tapi pendapaat ini tidak bisa menjelaskan gejala pembiasan. Tak heran jika ada ilmuan yang beralih ke teori getaran eter. Seabad setelah Opticks terbit teori peluru gugur lewat dua gelombang penolakan. Gelombang pertama dipicu oleh Young melalui prinsip interferensi. Gelombang kedua dipicu oleh Fresnel lewat penerapan kalkulus analitik untuk membela teori peluru secar kualintatif. Pendekatan yang lebih matematis ini menyebabkan teori peluru ditinggalkan oleh ilmuan muda.
Lebih daripada itu perdebatan meluas sampai pada metode ilmiah antara ilmuan tua lawan ilmuan muda. Ilmuan tua menganut pendekatan empiris belaka, mereka mengumpulkan data lalu menunggu sampai pola didalamnya jelas. Mereka berburuk sangka kepada hipotesa. Kaum muda memakai pendekatan baru yang matematis. Mereka justru menghargai hipotesa sebagai perangsang pemikiran baru dan tidak mengharapkan kepastian hakiki penelitian ilmiah.
Diujung perdebatan, kaum tua surut karena ada yang meninggal atau mengganti kepercayaannya. Pengertian baru pun akhirnya menjadi kepercayaan umum. Pada akhir babak revolusi ini cahaya lazim dianggap sebagai getaran mekanis tranversal dalam eter yang padat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.2011. Sejarah Fisika. http://www.maths.tcd.ie/pub/HistMath/People/Euler/RouseBall/RB_Euler.html
Anonimus. 2011. Sejarah fisika. http://ekfis.wordpress.com/2010/06/16/sejarah-fisika/
Van klinken, Gerry.2004.Revolusi Fisika Dari Alam Gaib Ke Alam Nyata. Jakarta: KPG
No comments:
Post a Comment