Saturday, July 2, 2011

KONSEP PROFESI KEPENDIDIKAN

KONSEP PROFESI KEPENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang Masalah

Dikalangan profesi –profesi yang ada, terdapat kesepakatan tentang pengertian profesi, yaitu profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetian terhadap profesi. Namun, ketika dilacak secara mendalam apa dibalik batsan itu, banyak perbedaan ditemukan. Seluk-beluk profesi tidaklah sederhana, bahkan mulai konsep dasar tentang profesi terdapat perbedaan mendasar. Misalnya profesi tertentu mensyaratkan anggotanya layak disebut professional manakala pendidikannya sarjana keatas, dalam profesi lain hal ini tidak penting.

Dalam percakapan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau professional. Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter ; yang lain mengatakan bahwa profesinya sebagai arsitek, atau ada pula sebagai pengacara, guru, penyanyi, penari, tukang koran, dan sebagainya. Para staf dan karyawan instansi militer dan pemerintahan juga tidak henti-hentinya menyatakan akan meningkatkan keprofesionalannya. Ini berarti bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi juga.

Kalau diamati dengan cermat macam-macam profesi yang disebutkan di atas, belum dapat dilihat dengan jelas apa yang merupakan kriteria bagi suatu pekerjaan sehingga dapat disebut suatu profesi itu. Kelihatannya, kriterianya dapat bergerak dari segi pendidikan formal yang diperlukan bagi seseorang untuk mendapatkan suatu profesi, sampai kepada kemampuan yang dituntut seseorang dalam melakukan tugasnya. Dokter dan arsitek harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memakan waktu yang tidak sedikit sebelum mereka di ijinkan memangku jabtannya. Setelah itu, mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dengan tujuan meningkatkan kualitas layanannya kepada khalayak.

Sementara itu untuk menjadi pedagang atau petinju mungkin tidak di perlukan pendidikan tinggi, malah pendidikan khusus sebelum memangku jabatan itupun tidak perlu, meskipun latihan, baik sebelum ataupun setelah menduduki jabatan itu, tentu saja sangat di perlukan. Oleh karna itu, agar tidak menimbulkan kerancuan dalam pembicaran selanjutnya kita harus memperjelas pengertian profesi itu.

1.2.Tujuan Penulisan

1. untuk membantu mahasiswa dalam mengembangkan pengetahuan tentang konsep profesi pendidikan dari sudut: pengertian, karakteristik, dan syarat-syarat profesi.

2. agar mahasiswa lebih memahami materi perkuliahan tersebut.

3. untuk dapat mencapai hasil yang maksimal dari proses pembelajaran sesuai yang di harapkan.

1.3. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian profesi?

2. Apakah karakteristik profesi?

3. Apakah syarat-syarat profesi?

4. Apakah ciri-ciri dan syarat-syarat profesi guru?

5. Bagaimana perkembangan profesi keguruan?

1.4. Sistematika Makalah.

1. Pembahasan pada makalah ini didahului dengan latar belakang masalah dan tujuan.

2. Pembahasan materi.

3. Pada akhir pembahasan ini kelompok memberikan tanggapan dan simpulan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Profesi

Kebanyakan kita mengatakan bahwa mengajar adalah suatu profesi. Apakah yang dimaksud profesi, dan syarat-syarat serta kriteria yang harus dipenuhi agar suatu jabatan dapat disebut suatu profesi.ornstem dan Levine (1984) menyatakan bahwa profesi adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi dibawah ini :

1. Pengertian profesi

a. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).

b. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan halayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya.

c. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori kepraktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).

d. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.

e. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan ataau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya.

f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar).

g. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan untuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi).

h. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien ; dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.

i. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relatif bebas dari supervise dalam jabatan.

j. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.

k. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.

l. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.

m. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi.

Tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri di atas, Sanusi et al.(1991). Mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi yaitu :

a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikasi sosial yang menentukan (krusial).

b. Jabatan yang menuntut keterampilan atau keahlian tertentu.

c. Keterampilan atau keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori atau metode ilmiah.

d. Jabatan berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekedar pendapat halayak umum.

e. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.

f. Profesi pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.

g. Dalam prakteknya melayani masyarakat , anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.

h. Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.

i. Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Bila kita bandingkan kriteria yang dipakai Sanusi et al. ini dengan kriteria Ornstein dan Levine yang dibicarakan lebih dulu, dapat kita simpulkan bahwa keduanya hampir mirip, dan saling melengkapi.

Secara klasikal, perkataan profesi itu ternyata mengandung berbagai makna dan pengertian. Pertama, profesi itu menunjukan dan mengungkapkan suatu kepercayaan (to profess means to trust), bahkan suatu keyakinan (to beliefe in) atas suatu kebenaran (ajaran agama) atau kredibilitas seseorang (Hornby, 1962). Kedua, profesi itu dapat pula menunjukkan dan mengungkapkan suatu pekerjaan atau urusan tertentu (a particular business,Hornby, 1962). Webster’s New World Dictionary menunjukan lebih lanjut bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pendidikan tinggi (kepada pengembannya) dalam liberal arts atau science,dan biasanya meliputi pekerjaan mental dan bukan pekerjaan manual, seperti mengajar, mengarang, dan sebagainya; terutama kedokteran, hokum, dan teknologi.

Pada umumnya masyarakat awam memaknai kata profesionalisme bukan hanya digunakan untuk pekerjaan yang telah diakui sebagai suatu profesi, melainkan pada setiap pekerjaan. Seseorang disebut professional jika cara kerjany baik, cekatan, dan hasilnya memuaskan. Dalam bahasa populer, profesionalisme dikontraskan dengan amatiran dengan kata lain belum mampu bekerja secara trampil, cekatan, dan baru taraf belajar.

Vollmer (1956) dengan menggunakan pendekatan kajian sosiologik, mempersepsikan bahwa profesi itu sesungguhnya hanyalah merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal saja, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya. Proses usaha menuju kearah terpenuhinya persyaratan suatu jenis model pekerjaan ideal itulah yang dimaksutkan dengan professionalisasi.

Pernytaan diatas itu mengimplikasikan bahwa sebenarnya seluruh pekerjaan apapun memungkinkan untuk berkembang manuju kepada suatu jenis model profesi tertentu. Dengan mempergunakan perangkat persyaratannya sebagai acuan, maka kita dapat menandai sejauh mana suata pekerjaan itu telah menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dan / atau seseorang pengemban pekerjaan tersebut juga telah memiliki dan menampilkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu pula yang dapat di pertanggung jawabkan secara professional ( memadai persyaratan sebagai suatu profesi ).jika konsepsi keprofesian itu telah menjadi budaya, pandangan, paham, danpedoman hidup seseorang atau sekelompok orang atau masyarakat tertentu, maka hal itu dapat mengandung makna telah tumbuh kembang profesionalisme di kalangan orang atau masyarakat yang bersangkutan. Suata profesi umumnya berkembang dari pekerjaan ( vocation ). Yang kemudian berkembang makin matang. Selain itu, dalam bidang apapun profesionalisme seseorang ditunjang oleh tiga hal. Ketiga hal itu ialah keahlian, komitmen, dan keterampilan yang relevan yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang ditenanganya terletak profesionalisme. Ketiga hal itu pertama-tama dikembangkan melalui pendidikan prajabatan dan selanjutnya ditingkatkan melalui pengalaman dan pendidikan/latihan dalam jabatan.

Hal yang sangat diperlukan oleh suatu profesi ialah pengakuan masyarakat atas jasa yang diberikan. kita kenal, profesi yang paling tua adalah kedokteran dan hukum. Ahli sosiologi hukum memahami betul bahwa setiap masyarakat mengembangkan hukumnya sendiri sesuai dengan kondisi kemasyarakatan dan semangat zamannya.

Profesi melibatkan beberapa istilah yang berkaitan yaitu profesi, professional, profesionalisme, profesionalisasi, dan profesionalitas. Sanusi et al. (1991:19) menjelaskan sebagai berikut.

1. Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (exsperties) dari para anggotanya. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani suatu profesi (in-service training).

2. Professional menunjuk pada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi, kedua, penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya.profesional dikontraskan dengan “non-profesional” atau “amatir”.

3. Profesionalissme menunjuk pada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakan dalam melakukan profesinya.

4. Profesionalitas mengacu kepada sikap para anggota profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.

5. Profesionalisasi menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi merupakan proses yang life-long dan never-ending, secepat seseorang telah menyatakan dirinya sebagai warga suatu profesi.

2.2. Karakteristik Profesi

Lieberman (1956), mengemukakan bahwa karakteristik profesi kalau dicermati secara seksama ternyata terdapat titik-titik persamaannya. Diantara pokok-pokok persamaanya itu ialah sebagai berikut.

1. A unique, definite, and essential service

Profesi itu merupakan suatu jenis pelayanan atau pekerjaan yang unik (khas). disamping itu, profesi itu juga bersifat definitif dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang garapannya (meskipun mungkin sampai batas dan drajat tertentu pada kontigensinya dengan bidang lainny). Selanjutnya profesi juga merupakan suatu pekerjaan atau pelayanan yang amat penting.

2. An emphasis upon intellectual technique in performing its service

Pelayanan itu amat menuntut kemampuan kinerja intelektual yang berlainan dengan ketrampilan atau pekerjaan manual semata-mata. Pelayanan profesi juga terkadang mempergunakan peralatan manual dalam praktek pelayanannya.

3. A long period of specialized training

Perolehan penguasaan dan kemampuan intelektual serta sikap professional tersebut,seseorang akan memerlukan waktu cukup lama. Untuk mencapai kualifikasi keprofesian sempurna lazimnya tidak kurang dari lima tahun lamanya; ditambah dengan pengalaman praktek terbimbing hingga tercapainy suatu tingkat kemandirian secara penuh dalam menjalankan profesinya.pendidikan keprofesian termasuk lazimnya diselenggarakan pada jenjang pendidikan tinggi, dengan proses pemagangannya sampai batas waktu tertentu dengan bimbingan para seniornya.

4. A broad range of autonomy for both the individual practitioner and the occupational group as a whole

Kinerja pelayanan itu demikian cermat secara teknis sehingga kelompok atau (assosiasi) profesi yang bersangkutan sudah memberikan jaminan bahwa anggotanya dipandang mampu untuk melakukannya sendiri tugad pelayanan tersebut . individu-individu dalam kerangka kelompok asossiasinya pada dasarnya relative bebas dari pengawasan, dan secara langsung mereka menangani prakteknya.

5. An acceptance by the practitioners of broad personal responsibility for judgements made and acts performed within the scope of professional autonomy

Konsekuensi dari otonomi yang dilimpahkan kepada seorang tenaga praktisi professional itu, maka berarti pula ia memikul tanggung jawab pribadinya harus secara penuh. Adapun yang terjadi, seperti seorang guru yang keliru memahami permasalahan siswanya, maka semuanya itu harus dipertanggung jawabkannya,serta tidak selayaknya menudingkan atau melemparkan kekeliruannya pada pihak lain.

6. An emphasis upon the service to be rendered, rather than the economic gain to the practitioners, as the basis for the organization and performance of the social service delegated to the accupational group

Mengingat pelayanan professional itu merupakan hal yang amat essensial maka hendaknya kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan kepentingan pelayanan pemenuhan kebutuhan tersebut, ketimbang untuk kepentingan perolehan imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Hal itu bukan berarti pelayanan professional tidak boleh memperoleh imbalan yang selayaknya.

7. A comprehensive self-governing organization of practitioners

Mengingat pelayanan itu sangat teknis sifatnya, maka masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam itu hanya mungkin dilakukan penangananya oleh meraka yang berkompeten saja. Karena masyarakat awam diluar yang kompeten yang bersangkutan, maka kelompok (asosiasi) para practisi itu sendiri satu-satunya institusi yang menjalankan perannya yang ekstra.

8. A code of athics which has been clarified and interpreted at ambiguous and doubtful points by concrete cases

Otonomi yang dinikmati dan dimiliki oleh organisasi profesi dengan para anggotanya disertai kesadaran dan itikat yang tulus baik pada organisasi maupun pada individual anggotanya untuk memonitor prilakunya sendiri.

Ornstein dan Levine (soetjipto dan kosasi, 2004:15)menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini.

1. Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan di laksanakan sepanjang hayat ( tidak berganti-ganti pekerjaan ).

2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai.

3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian ).

4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.

5. Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan masuk.

6. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang luar)

7. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan, tidak dipindahkan keatas atau instansi yang lebih tinggi).

8. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank lien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.

9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relative bebas dari supervise dalam jabatan.

10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.

11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.

12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.

13. Mempunyai kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.

14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lain).

2.3. Syrat-Syarat Profesi

Robert w. Richey (Arikunto, 1990:235) mengemukakan ciri ciri dan syrat-syarat profesi sebagai berikut.

1. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.

2. Seorang pekerja profesional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan kusus yang mendukung keahliannya.

3. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.

4. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.

5. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.

6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profasi, serta kesejahteraan anggotanya.

7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.

8. Memandang profesi suatu karir hidup (alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.

2.4. Ciri-Ciri dan Syarat-Syarat Profesi Guru

Ciri-ciri dan syarat-syarat di atas dapat digunakan sebagai criteria atau tolak ukur keprofesionalan guru. Selanjutnya criteria ini akan berfungsi ganda, yaitu untuk:

1. Mengukur sejauh mana guru-guru di Indonesia telah memenuhi criteria keprofesionalisasi.

2. Dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya menuju profesionalisasi guru.

Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National Education Association (NEA) yang menyarankan criteria berikut.

1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.

Mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya di dominasi kegiatan intelektual . lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh karena itu mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (stinnett dan huggett, 1963)

2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus

Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran, dan tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan. Namun, belum ada kesepakatan dalam bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and Levine, 1984).

Mereka yang bergerak di bidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu kusus yang di jabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah suatu sains (science), sementara kesempatan kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnet dan huggett,1963). Namun, dalam karangan-karangan yang di tulis dalam Encyclopedia of educational pesearch, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batan tubuh ilmu khususnya. Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a bodi of knowledge samar-samar (sanusi et al., 1991). Sementara itu ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat di bimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensief dan menggunakan metodologi yang jelas. Ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji falidasinya dan yang di setujui di sebagian besar ahlinya (gldeonse, 1982, dan woodring, 1983).

Untuk melangkah pada jabatan professional, guru harus mempunyai pengaruh cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyai kekuasaan dan kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan bukan di dikte dengan kelompok yang berkepentingan misalnya oleh lembaga pendidikan guru.

3. Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).

Yang membedakan jabatan professional dengan nonprofessional antara lain adalah penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang di atur universitas / institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi di sediakan untuk jabatan professional, sedangkan yang ke dua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah di peruntukkan bagi jabatan yang nonprofessional (Ornstein dan Levine,1984). Tetapi jenis ke dua ini tidak ada lagi di Indonesia.

Anggota kelompok guru dan yang berwenang didepartemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan professional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan umum, professional, dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pengulang, atau pendidikan persiapan professional di LPTK. Namun sampai sekarang di Indonesia ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.

4. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang berkesinambungan.

Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hamper setiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapat penghargaan kredit maupun tanpa kredit.

5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.

Di luar negeri barang kali syarat jabatan guru sebagai karir permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa menagajar adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang pindah kerja kebidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. Di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah kebidang lain walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasannya munkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.

6. Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri.

Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sndiri, terutama di Negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak di atur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.

Dalam setiap jabatan profesi setiap anggota kelompok di anggap sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para professional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan (kliennya). Sebetulnya pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar (Ornstein dan Levine,1984).

Otonomi professional tidak berarti bahwa tidak ada sama sekali control terhadap professional sebaliknya, ini berarti bahwa control yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat di lakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan professional dalam hal itu.

7. Jabatan yang mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.

Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan mempengaruhi kehhidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan.

Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membanu orang lain, buakn disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan oleh sebab itu , tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh ini dapat dipenuhi dengan baik

8. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Semua profesi yang di kenal mempunyai organisasi professional yang kuat untuk dapat menadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kreteria ini dan dalam hal lain belum di capai. Di Indonesia telah ada persatuan guru republic Indonesia (PGRI) dan ada pula ikatan sarjana pendidikan Indonesia (ISPI).

Berdasakan analisis ini tampaknya jabatan guru belum sepenuhnya dapat di ketegorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orong sependapat bahwa guru hanya jabatan semiprofessional atau profesi yang baru muncul karena belum semua cirri-ciri di atas yang dapat di penuhi.

Robert B. Howsan et al. (1976) menulis bahwa guru harus di lihat sebagai profesi yang baru muncul dank arena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofessional, malahan mendekati status jabatan profesi penuh. Oleh sebab itu, dapat dikatakan jabatan guru sebagian tapi bukkan seluruhnya, adalah jabatan professional, namun sedang bergerak kearah itu. Di Indonesia dapat merasakan jalan kearah itu mulai di tapaki. Selain itu juga guru di beri penghargaan oleh pemerintah melalui keputusan Menpan no.26 tahun 1989 denagn memberikan tunjangan fungsional sebagai pengajar, dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang terbuka.

Sanusi et al. (1991) mengajuakan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan (dan bukan di lakukan secara acak saja) yakni sebagai berikut:

1. Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi,dan perasaan, dan dapat di kembangkan segala potensinya; sementara itu pendidikan di landasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.

2. Pendidikan di lakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normative yang di ikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.

3. Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.

4. Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.

5. Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh kearah yang di kehendaki oleh pendidik yang selaras dengan nilai-nilai yang di junjung tinggi masyarakat.

6. Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik (dimensi intrinsik), dengan misi instrumental yakni merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.

2.5. Perkembangan Profesi Keguruan

Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan di Indonesia, jelas bahwa mulanya guru-guru di Indonesia diangkat dari orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam buku sejarah pendidikan Indonesia, Nasution(1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru yang pada mulanya diangkat dari orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru. Yang pertama kali didirikan di solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru mendesak maka pemerintah hidia belanda mengangkat 5 macam guru yakni :

1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yanag berwenang penuh,

2. Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi lulusan guru.

3. Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.

4. Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.

5. Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.

Dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam masyarakaat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap orang yang serba tau, namun kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan tegnologi dan kepedulian guru, yang meningkat atau imbalan balas jasa (sanusi et al.,1991). Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru, dan kewibawaan guru berkurang karena status guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.

BAB III

PENUTUP

3.1. Tanggapan

Dari judul yang kita kaji kami setuju bahwa untuk menjadi profesi guru maka harus mempunyai kriteria atau keprofesionalan guru. Selanjutnya kriteria ini yang nantinya akan berfungsi ganda yaitu untuk Mengukur sejauh mana guru-guru di Indonesia telah memenuhi kriteria keprofesionalisasi, dan dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya menuju profesionalisasi guru. Sehingga kriteria ini sangat berpengaruh pada baik tidaknya keprofesionalan seorang guru.

3.2. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa profesi itu pada hakikatnya merupakan suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Hal yang sangat diperlukan oleh suatu profesi ialah pengakuan masyarakat atas jasa yang diperlukannya. Karakteristik profesi kalau dicermati secara seksama trdapat titik titik persamaannya dapat ciri-ciri dan syarat tersebut dapat digunakan sebagai kriteria atau tolak ukur keprofesionalan yang berfungsi ganda yaitu :

1. Untuk mengukur sejauh mana guru-guru di Indonesia telah memenuhi kriteria profesionalisasi.

2. Untuk dijadikan titik tujuan yang akan mengarahkan segala upaya menuju profesinalisasi guru.

DAFTAR PUSTAKA

Http ://www.asmara’s/profesi pendidikan.com

Sucipto dan raffi kosasih.1999. Profesi keguruan. Jakarta : Rhineka cipta

Udin syafruddin, saud.2009.Pengembangan Profesi Guru. Bandung : alfabeta


No comments:

Post a Comment

Scientists Only »
PENTING!!! Terima kasih atas kunjungannya, saya mengharapkan kritik dan sarannya melalui kotak komentar apabila game, program, dan segala software yang lain dan telah di upload di blog ini mengalami kerusakan atau file corupt, serta kekurangannya. jika ada yang akan direquest untuk info update harap berkomentar!!
http://einsteinfisika.blogspot.com/