BAB I
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui bahwa belajar adalah kewajiban bagi semua pelajar. Hal itu sudah menjadi tuntutan. Tetapi masih banyak pelajar yang malas akan belajar. Hal itu disebabkan cara mereka yang salah dalam belajar. Cara-cara belajar yang baik akan menuntun mereka kedalam kemudahan dalam belajar. Belajar juga disebut sesuatu proses yang memerlukan aktifitas. Artinya orang yang belajar itu ikut serta dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara aktif. Orang yang belajar itu mempelajari apa yang sedang dilakukannya, apa yang dilaksanakannya, dan apa yang sedang dipikirkannya. Pembelajaran memberikan reaksi atau tanggapan terhadap objek yang diobservasi dan apa yang sedang terjadi sewaktu berlangsung dalam proses pembelajaran.
Dalam kepentingan dunia pendidikan, banyak pakar pendidikan dan ahli psikologi tanpa henti-hentinya mengadakan penelitian dan eksprimen terus menerus yang terkait dengan masalah blajar ini. Melalui upaya ilmiah ini, para ahli itu antara ingin mengetahui apa sebenarnya yang pada diri orang yang sedang belajar, bagaimana terjadinya proses belajar itu, dan bagaimana cara meningkatkan keberhasilan belajar. Serta perubahan apa yang akan terjadi akibat adanya kegiatan belajar pada diri seseorang. Dengan mengetahui cara-cara atau langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam proses belajar, maka peserta didik seperti mahasiswa, siswa,dan lain-lain, akan menjadi lebih mudah dalam mengembangkan kemampuan belajarnya.
BAB II
ISI
A. Pengertian belajar
Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dan dibimbing oleh Bapak atau Ibu Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik Untuk Ujian. Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa, dengan belajar kita dapat mengembangkan diri, mendapatkan keterampilan baru, mendapatkan cara yang lebih baik atau pengetahuan.
Mahasiswa yang bisa mengubah cara belajar dengan baik, maka mereka akan menghasilkan kemudahan dalam proses belajar. Kebanyakan mahasiswa yang hanya suka mendengarkan dosen berbicara, tetapi tidak untuk mengembangkan untuk lebih dalam, maka akan memberi dampak yang kurang baik pada diri sendiri.
Perencanaan dalam mengatur strategi yang baik adalah langkah awal untuk memulai kegiatan, contoh dengan adanya jadwal belajar, maka para mahasiswa dengan mudah untuk mengatur kegiatan dari bangun tidur sampai tidur kembali. Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah.
Keberhasilan adalah sesuatu yang diinginkan oleh semua orang dalam menggapai cita-citanya. Memperoleh keberhasilan pada anak tergantung dari cara bagaimana mereka belajar yang benar.
B. Cara-cara Belajar
Pencapaian hasil yang maksimal dari anak didik tergantung dari cara belajar atau strategi belajar siswa. Pemaksaan atau pemberian tekanan pada anak tidak akan menciptakan hasil yang maksimal, bahkan akan menimbulkan stres pada anak. Menumbuhkan motivasi pada anak adalah suatu cara yang paling efektif dalam belajar. Anak yang sudah mempunyai motivasi belajar, dimana timbul dari dalam dirinya sendiri, akan menciptakan pencapaian hasil yang maksimal. Para pendidik dan orang tua harus dapat menjadi motivator bagi anak. Ada beberapa strategi atau cara-cara dalam belajar, cara tersebut adalah :
1. Anak belajar secara kontinyu (terus-menerus).
Anak senantiasa belajar. Tak pernah mereka berhenti belajar. Bahkan mereka mungkin mempelajari beberapa hal sekaligus, padahal kita tidak pernah bermaksud mengajarkan hal tersebut kepada mereka. Kalau pengajaran kita tidak menantang mereka, boleh jadi mereka "belajar" bahwa Sekolah Minggu sangat membosankan dan tidak menarik. Jika penelitian Alkitab tidak membangkitkan minat, boleh jadi mereka "belajar" bahwa Alkitab adalah buku kuno yang menjemukan dan tidak ada hubungannya dengan masa sekarang. Jika mereka secara pribadi tidak terlibat dalam bagian doa dan penyembahan, boleh jadi mereka "belajar" bahwa saat doa adalah waktu yang baik untuk mengganggu teman yang duduk di sampingnya karena guru sedang menutup mata.
Kita sekali-kali tidak akan sengaja mengajarkan hal-hal ini. Namun demikian anak-anak mungkin akan mempelajarinya. Dengan mengetahui bahwa para murid kita belajar secara kontinyu, mungkin akan menolong kita untuk lebih berhati-hati mengenai apa yang kita ajarkan secara tidak langsung melalui suasana kelas.
2. Anak belajar melalui panca inderanya.
Belajar dengan menggunakan panca indera, memiliki tingkatan persentasi yang sangat besar dalam pengaruh proses belajar , tingkatan tersebut sebagai berikut :
a. 1 persen dari apa yang mereka baca.
b. 20 persen dari apa yang mereka dengar.
c. 30 persen dari apa yang mereka lihat.
d. 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengan.
e. 70 persen dari apa yang mereka katakan sementara mereka melihat.
f. 80 persen dari apa yang mereka katakan sementara mereka melakukannya.
Anak hanya mempunyai satu cara belajar, yakni melalui panca inderanya. Panca indera itu merupakan pintu masuk ke dalam kesadarannya. Fakta ini menunjukkan pentingnya penggunaan bermacam-macam bahan bantuan untuk mengajar.
3. Anak belajar melalui kegiatan.
Inilah prinsip yang terpenting tentang cara belajar para murid. Belajar bukanlah pengalaman yang pasif. Hal belajar bukanlah sesuatu yang sekedar terjadi pada anak itu, melainkan adalah sesuatu yang dilakukan oleh anak itu. Anak dapat mengingat paling banyak dari sesuatu yang dipelajarinya dengan cara mengatakan dan melakukan.
Anak dapat terlibat dalam proses belajar melalui beberapa cara. Ia bisa belajar secara langsung dalam kegiatan-kegiatan, misalnya mengerjakan proyek-proyek, pekerjaan tangan, diskusi dan drama. Atau melalui lukisan-lukisan cerita ia bisa terlibat, secara tidak langsung karena menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Perasaannya dapat dibangkitkan, khayalannya digiatkan, emosinya digerakkan.
4. Anak akan belajar sebaik-baiknya bila ia mempunyai dorongan atau alasan untuk belajar.
Anak akan paling cepat belajar bila hal itu dijadikan sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan. Dalam proses belajar ada dua macam dorongan. Yang pertama adalah dorongan dari luar, secara lahir. Beberapa contoh dari dorongan sejenis ini ialah ganjaran, hadiah, penghargaan, dan pujian. Dalam mengajar di Sekolah Minggu ada tempat bagi dorongan sejenis ini, tetapi jangan sampai merupakan dorongan satu-satunya.
Dorongan yang kedua adalah dari dalam, secara batin. Keinginan, hasrat, dorongan hati pribadi adalah contoh-contoh dorongan sejenis ini. Dalam hal terlibat kebutuhan dan kepentingan yang dirasakannya. Dorongan inilah yang bekerja bila anak itu dipimpin untuk memahami bagaimana kebutuhannya dipenuhi melalui penerapan prinsip-prinsip Alkitab dalam kehidupannya. Sungguh penting bagi kaum remaja dan orang dewasa menginsafi bahwa ajaran Alkitab dapat dipraktekkan bagi keperluan hidup mereka.
5. Anak akan belajar paling baik bila mereka sudah siap untuk belajar.
Ini berarti bahwa sebelum pengajar menarik perhatian anak dan membangkitkan rasa ingin tahu mereka, mereka harus disiapkan untuk menerima kebenaran Alkitab. Juga, para murid siap untuk belajar bila mereka dapat melihat hubungan bagian-bagian pelajaran itu dengan keseluruhan pengajaran tersebut. Mungkin sebelumnya pengajar harus memberi uraian pendahuluan tentang seri pelajaran yang baru dan menghubungkan pelajaran-pelajaran yang dahulu dengan keseluruhannya melalui ulangan secara berkala. Suatu prinsip belajar lainnya yang terpaut di sini adalah bahwa para murid belajar hal-hal yang belum diketahuinya berdasarkan hal-hal yang sudah diketahuinya. Ini berarti pengajar harus mengetahui taraf pengertian murid-muridnya dalam hal-hal rohani. Kita harus mengetahui apa yang sudah diketahui para murid kita.
6. Anak belajar dengan jalan meniru.
Fakta ini sekali menunjukkan pentingnya kehidupan pengajar. Kita mengajar, baik dengan perbuatan dan sikap maupun dengan perkataan atau gagasan. Segala sesuatu mengenai diri kita mengajarkan sesuatu. Dalam arti yang sesungguhnya, kita ini adalah "surat ... yang dapat dibaca oleh semua orang." Dan lain-lain.
C. Contoh Cara Belajar dalam Menentukan Kalimat Baku dan Tidak Baku
Secara teoritis, dapat dikemukakan bahwa dalam pembicaraan seorang penutur harus mempertimbangkan faktor kepada siapa ia berbicara, di mana , tentang masalah apa, dan dalam suasana bagaimana. Dalam perkataan lain, setiap penutur mempertimbangkan faktor fungsi dan situasi dalam berbahasa. Dalam situasi formal penutur dituntut menggunakan ragam bahasa formal atau resmi, yang sering disebut ragam bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi tidak resmi penutur biasa menggunakan ragam bahasa nonbaku. Dan ada beberapa istilah yang dalam konteks soal tes memiliki pengertian yang sama atau dapat disamakan dengan kalimat baku. Istilah-istilah itu, misalnya, kalimat efektif dan kalimat yang baik dan benar. Kalimat baku adalah sebuah kalimat standar yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah. Penulisan karya ilmiah mempergunakan kalimat-kalimat yang secara umum dikenal sebagai ragam tulis formal. Meskipun banyak di antara kita pernah membaca atau bahkan menulis karya ilmiah, kemampuan kita mengenali atau menulis dengan kalimat yang baku masih sedikit yang memilikinya.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku, jika memenuhi syaratnya. Jika syarat tersebut terpenuhi maka dapat disebut kalimat baku, dan jika ada yang tidak terpenuhi, maka kalimat tersebut tidak dapat disebut kalimat baku.
1 Struktur Kalimat.
Syarat struktur kalimat adalah syarat yang berhubungan dengan kaidah-kaidah kalimat. Berikut ini beberapa kaidah kalimat yang sering diabaikan sehingga kalimat yang kita buat bukanlah sebuah kalimat baku.
Kalimat baku harus memiliki S dan P. Ketidakhadiran S atau P menyebabkan kalimat tidak baku, contoh (1): Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
Jika dianalisis unsur-unsurnya, kalimat tersebut tidak memiliki S. Kelompok kata dalam rapat itu berfungsi sebagai K sebab merupakan frase preposisional yang diawali preposisi dalam. Kata membahas menempati fungsi P. Kelompok kata masalah kenaikan gaji pegawai adalah O kalimat itu. Pola kalimat tersebut adalah “Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai”. Kalimat tersebut merupakan pola K P O. Oleh karena itu, kalimat tersebut tidak merupakan kalimat baku. Agar menjadi kalimat baku, perbaikan dapat dilakukan sebagai berikut:
Menghilangkan preposisinya sehingga menjadi frase nominal, dengan demikian kalimat itu menjadi “Rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai” (berpola S P O). Mengubah kata kerja membahas dalam kalimat itu menjadi dibahas sehingga kalimat itu menjadi “Dalam rapat itu dibahas masalah kenaikan gaji pegawai”, (berpola K P S).
Contoh (2): Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir.
Analisis unsurnya menunjukkan bahwa kelompok kata kecelakaan lalu lintas menempati S, sedangkan sebab kecerobohan sopir yang merupakan frase preposisional (diawali sebab yang pada kalimat itu menjadi kata depan) dan menempati fungsi K. Dengan demikian, kalimat tersebut berpola SK, “Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir”. Ternyata kalimat tersebut tidak memiliki P sehingga dapat dianggap sebagai kalimat tidak baku. Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara mengubah sebab menjadi disebabkan sehingga kalimat menjadi “Kecelakaan lalu lintas itu disebabkan kecerobohan sopir”, brpola S P Pel. Dapat juga dengan menambahkan kata lain, misalnya kata terjadi, yang akan berfungsi sebagai P, menjadi “Kecelakaan lalu lintas itu terjadi sebab kecerobohan sopir”, berpola S P K.
Contoh (3): Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekspedisi harus dikembalikan.
Pada kalimat tersebut terdapat konjungsi subordinatif, jika dan maka. Konjungsi jika dan maka menandai bahwa klausa yang mengikuti konjungsi tersebut merupakan klausa terikat yang merupakan perluasan unsur K. Jadi, kalimat tersebut tidak memiliki S dan P sebab unsur yang ada pada kalimat tersebut semuanya K. Jika dipolakan akan terlihat polanya seperti di bawah ini
“Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekpedisi
K
harus Dikembalikan”.
K
Agar menjadi kalimat baku, yang dapat dilakukan terhadap kalimat tersebut adalah menghilangkan salah satu konjungsinya tergantung pada hubungan antarklausa yang dikehendaki. Seperti,
“Jika ekspedisi tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekpedisi
K
harus Dikembalikan”.
SP
Kalimat tersebut merupakan perbaikan dengan menghilangkan konjungsi maka, sehingga hubungan antarkalimat yang terjadi adalah hubungan syarat atau pengandaian.
2. Bentukan Kata.
Yang dimaksud bentukan kata adalah proses pengimbuhan dan makna gramatikal imbuhan. Penerapan imbuhan mempunyai kaidah atau aturan. Melekatkankan imbuhan pada kata dasar dapat menyebabkan perubahan bentuk imbuhan bergantung pada kata dasar yang dilekatinyanya agar pengucapannya menjadi lancar. Setelah dilekatkan pada kata dasar, imbuhan akan memunculkan makna yang biasanya disebut makna gramtikal. Sering kita keliru memahami makna imbuhan tersebut, sehingga pemakaian kata tersebut dalam kalimat menjadi salah.
3. Ketepatan Pengimbuhan.
Salah satu kaidah yang perlu diingat agar pengimbuhan menjadi tepat adalah proses nasalisasi. Proses nasalisasi diambil dari istilah konsonan nasal yaitu konsonan yang dihasilkan, sebab udara yang keluar dari paru-paru melalui hidung. Konsonan nasal ada empat buah, yaitu /m/, /n/, /ng/, dan /ny/. Proses nasalisasi terjadi jika awalan me- dan pe- dilekatkan pada kata yang berfonem awal /k/, /p/, /t/, dan /s/, lalu fonem awal tersebut berubah menjadi konsonan nasal.
Contoh :
me- + kirim = mengirim, /k/ pada kirim berubah menjadi /ng/
me- + pesona = memesona, /p/ pada pesona berubah menjadi /m/
me- + taati = menaati, /t/ pada taati berubah menjadi /n/
me- + sontek = menyontek, /s/ pada kata sontek berubah menjadi /ny/
Namun, me- atau pe- tidak mengalami nasalisasi jika kata yang dilekati itu berfonem awal berupa konsonan rangkap, seperti /pr/, /kr/, /tr/, dan /sk/.
Contoh
me- + protes = memprotes
me- + kritik = mengkritik
me- + traktir = mentraktir
me- + skor = menskor
Jadi, kalimat yang memiliki S-P atau kalimat sempurna tidak bisa disebut kalimat baku apabila dalam kalimat tersebut terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat.
Misalnya pada kalimat, “Kami tidak mempercayai berita-berita tersebut lagi”.
S P O
Kalimat tersebut adalah kalimat sempurna, tetapi kalimat tersebut bukan kalimat baku, sebab terdapat kata yang salah, yaitu kata mempercayai, yang semestinya memercayai.
4. Ketepatan makna imbuhan
Imbuhan memiliki makna gramatikal, yaitu makna yang muncul setelah imbuhan itu dilekatkan pada sebuah kata. Imbuhan tidak memiliki makna leksikal yang artinya sebuah imbuhan tidak memiliki arti apa pun sebelum imbuhan itu dilekatkan pada sebuah kata. Kaitannya dengan kalimat baku adalah kesalahan menggunakan imbuhan akan menyebabkan makna yang terbentuk pada kalimat akan ada kemungkinan keliru.
Imbuhan me-i dan me-kan memiliki perbedaan makna, meskipun dengan jumlah sedikit ada juga persamaannya. Apakah kata yang berimbuhan me-i atau me-kan yang harus dipergunakan dalam sebuah kalimat, bergantung kepada makna keseluruhan kalimat yang ingin disampaikan. Perhatikan pasangan kata di bawah ini.
menugasi = ‘menyerahi seseorang tugas’
menugaskan = ‘menyerahkan tugas, pekerjaan’
membawahi = ‘menempatkan diri di bawah perintah seseorang’
membawahkan= ‘menempatkan (sesuatu) di bawah’
contoh : Presiden menugaskan Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu.
Kalimat tersebut bukanlah kalimat baku, sebab terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat, yaitu menugaskan. Seharusnya, sesuai dengan contoh kalimat, kata yang tepat adalah menugasi bukan menugaskan. Perbaikan yang tepat untuk kalimat adalah “Presiden menugasi Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu” atau “Presiden menugaskan penyelesaian kasus itu kepada Mendiknas”.
5. Kehematan
Kalimat baku pun harus memperhatikan kehematan, yaitu menghindari pemakaian kata yang mubazir. Pemakaian kata mubazir biasanya terjadi akibat adanya pleonasme atau tautologi dalam kalimat tersebut. Yang dimaksud dengan pleonasme adalah sebuah usaha menjelaskan sebuah gagasan atau ide yang sudah jelas, sedangkan tautologi adalah usaha menjelaskan sebuah gagasan atau ide dengan gagasan atau ide lain yang memiliki makna yang sama.
Contoh :
• Para hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
• Saya melihat peristiwa itu dengan mata kepala saya sendiri.
• Buku kuliahnya sangat tebal sekali.
Perbaikan kalimat-kalimat di atas adalah :
Hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
Saya melihat peristiwa itu.
Buku kuliahnya sangat tebal.
D. Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan dalam Belajar
Gambar: Segitiga Sukses Belajar.
1. Lingkungan Sekitar
• Orang Tua.
• Guru.
• Teman.
Walaupun kecerdasan anak sendiri sangat mempengaruhi kesuksesan dalam belajar, namun karena hal tersebut adanya di dalam dan bukan faktor luar maka hal itu tidak disertakan dalam faktor lingkungan sekitar. Tentu saja peran orang tua dan guru sangat penting dalam pendidikan anak atau murid-muridnya, tetapi pertanyaannya adalah bagaimana mengembangkan sikap yang independen dan kreatif dalam proses belajar dan bukan hasil instan yang hanya berhasil bila ada pengawasan dari orang tua atau guru. Dan satu faktor yang perlu diperhatikan adalah pergaulan dengan teman seperti dikatakan oleh Ralph Waldo Emerson dengan baik, “Saya membayar kepala sekolah tetapi anak-anak sekolah lah yang mendidik anak laki-laki saya”.
2. Sarana Belajar :
• Tersedianya Buku yang Berkualitas.
• Suasana Tempat Belajar.
• Alat Bantu: Komputer dan Koneksi Internet.
Buku-buku yang berkualitas di rumah, di perpustakaan sekolah, turut berperan dalam perkembangan belajar anak terutama dalam pengembangan minat membaca anak-anak.
Satu hal yang cukup penting dalam proses belajar pada era teknologi ini adalah komputer dan koneksi internet. Begitu banyak informasi berkualitas yang gratis yang tersedia di internet yang dapat dimanfaatkan dalam perkembangan belajar anak.
3. Cara Belajar :
• Belajar Sedikit Demi Sedikit.
• Membaca Cepat “Speed Reading”.
Satu ungkapan terkenal dari Bill Gates, pendiri Microsoft adalah “You do it bit by bit”. Dia mengungkapkan itu untuk menjelaskan proses pembuatan program komputer. Pembuatan program adalah proses yang memakan waktu yang panjang yang tidak bisa dilakukan seketika yang memerlukan energi besar dan pikiran yang mendalam untuk menyelesaikannya. Ungkapan itu bisa juga diterapkan dalam proses belajar. Pada umumnya murid-murid masih terbiasa dengan belajar pada saat-saat akhir, sehari sebelum ulangan. Tidak mengherankan bila prestasi belajarnya juga tidak terlalu baik.
Salah satu teknik membaca yang perlu diketahui adalah teknik membaca cepat. Dengan teknik ini kita diajarkan untuk membaca indek, daftar isi, judul dan sub judul dan membaca isinya secara cepat dengan hanya menggunakan mata dan jangan menggunakan bibir, dan membaca pertanyaan-pertanyaannya. Dalam waktu yang singkat, kita diharapkan telah mengetahui secara umum apa yang dibahas dalam buku tersebut. Apa yang diajarkan teknik itu adalah agar kita segera mengetahui isi keseluruhan buku secara umum sehingga bila memerlukan untuk membacanya di lain waktu, kita telah mengetahui di buku mana dan bagian mana kita bisa membacanya kembali. Jadi jangan salah menilai bahwa setelah membaca cepat selesailah tugas kita membaca buku yang dimaksud.
E. Faktor-faktor Psikologi yang Mempengaruhi Proses Belajar
Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar adalah:
1. Tujuan belajar. Tujuan belajar adalah faktor psikologis yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar. Tujuan belajar dari pelajar merupakan efek dari proses belajar. Proses belajar akan efektif kalau mencapai tujuan belajar yang benar. Oleh karena itu tujuan belajar pada diri pelajar perlu diperjelas, dibuat spesifik dan disadari oleh pelajar.
2. Tingkat aspirasi. Tingkat aspirasi akan menentukan pola tindakan seseorang untuk mencapainya. Tingginya tingkat aspirasi akan mendorong tumbuhnya proses belajar yang merupakan salah satu tindakan untuk mewujudkan aspirasi tersebut. Keberhasilan proses belajar mencapai suatu aspirasi akan menumbuhkan aspirasi baru yang lebih tinggi sedangkan kegagalan proses belajar mencapai aspirasi akan menurunkan tingkat aspirasi semula.
3. Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan. Pengetahuan tentang kegagalan dan keberhasilan proses belajar akan mengakibatkan pelajar merasa puas dan menjadi sumber motivasinya. Sebaliknya ketidaktahuan tentang kegagalan dan kebehasilan proses belajar akan mengakibatkan pelajar merasa kecewa dan menjadi sumber frustrasi.
4. Pemahaman segala sesuatu yang dipelajari. Proses belajar sebagai aktivitas berpikir akan berjalan lancar kalau diperoleh pemahaman dari materi yang dipelajari, sebaliknya aktivitas otak untuk berpikir akan pusing atau letih manakala tidak diperoleh pemahaman dari sesuatu yang dipelajari.
5. Umur pelajar. Umur pelajar bukan merupakan faktor psikologis. Tetapi sesuatu yang diakibatkannya akan merupakan faktor psikologis. Kemampuan belajar seseorang akan meningkat sampai puncaknya pada umur 25 tahun. Hal ini karena fungsi organ tubuh yang mendukung proses belajar semakin sempurna. Sesudah itu relatif tetap dan akan menurun pada umur 46 tahun, dan akhirnya menurun drastis pada umur 65 tahun. Hal ini berkaitan dengan mundurnya fungsi otot pendukung, kejenuhan belajar dan sulitnya pengaturan tata nilai.
6. Kapasitas untuk belajar. Kapasitas belajar merupakan gambaran potensi seseorang untuk mendapatkan hasil belajar berpengaruh terhadap proses belajar. Kapasitas belajar adalah daya untuk belajar.
F. Macam-macam Faktor dalam Penentu Efisiensi Belajar
1. Factor sifat pelajar yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Bakat.
b. Kematangan mental.
c. Kematangan fisiik.
d. Sikap mental.
e. Kesehatan.
f. UmurJenis kelamin.
2. Factor sifat pengajar yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Banyaknya mata ajaran.
b. Besarnya mata ajaran.
c. Kualitas mata ajaran.
d. Urutan mata ajaran.
e. Kegunaan mata ajaran.
f. Pengorganisasian mata ajaran/kurikulum.
3. Faktor fasilitas fisik yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Alat bantu pengajaran.
b. Alat peraga.
c. Ruangan dan perlengkapannya.
d. Sarana mobilitas.
4. Factor perilaku pengajar dan pelajar yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar adalah kesesuaian antara metode mengajar dan pengalaman belajar yang menjamin adanya intensitas interaksi belajar yang maksimal.
5. Factor lingkungan yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Lingkungan pelajar.
b. Lingkungan tempat belajar.
6. Factor sifat kelompok pelajar yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Besarnya kelompok.
b. Homogenitas kelompok.
c. Kekompakan kelompok.
d. Struktur kelompok.
e. Kepemimpinan kelompok.
f. Perilaku kelompok.
g. Sikap kelompok.
Besarnya efisiensi belajar bergantung dari enam factor tersebut dan sangat ditentukan oleh factor yang terlemah.
G. Ciri-ciri Dalam Proses Belajar
Tujuh ciri proses belajar adalah:
1. Proses aktif dari pelajar. Belajar adalah proses aktif dari seorang pelajar menyangkut aktivitas fisik dan mental yang dibarengi dengan perasaan.
2. Dilakukan secara individual. Proses belajar tidak dapat diwakilkan atau dicangkokkan pada orang lain, siapa yang berinteraksi dengan materi itulah orang yang belajar. Jadi proses belajar hanya terjadi pada individu pelajar atau proses belajar dilakukan secara individual.
3. Kemampuan belajar setiap individu berbeda. Kemampuan belajar setiap individu berbeda karena perbedaan faktor hereditas (bakat, tingkat kecerdasan), minat, umur, pengalaman, tingkat pendidikan, keadaan fisik/psikis.
4. Dipengaruhi oleh pengalaman. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman baik pengalaman yang menyangkut perasaan (senang, benci, bosan, bersemangat) atau pengalaman yang menyangkut penguasaan materi yang dipelajari (peta kognitif).
5. Melalui indera. Belajar dilakukan melalui indera yaitu indera merupakan pintu masuknya semua rangsangan (stimulus) belajar yang datang kepada seseorang. semakin banyak indera dilibatkan akan semakin baik hasil belajarnya.
6. Didorong atau dihambat hasil belajar. Belajar didorong atau dihambat oleh hasil belajar yaitu belajar yang berhasil baik akan mendorong proses belajar berikutnya, sebaliknya pelajar yang gagal akan merupakan hambatan psikologis untuk melakukan proses belajar berikutnya apalagi kalau mereka tidak mengetahui letak kegagalan itu.
7. Dipengaruhi keadaan fisik dan lingkungan. Belajar dipengaruhi oleh keadaan fisik pelajar. Keadaan fisik menentukan kesiapan untuk beljar misalnya kesehatan, kesegaran, cacat/tidak, pertumbuhan fisiknya sudah mencakup/belum. Demikian pula lingkungan berpengaruh terhadap proses belajar, misalnya: suasana ruangan, suasana sekolah, tempat pendidikan baik di kampus atau sekitar kampus, pelajar-pelajar lainnya.
H. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan oleh pengajar dalam merancang kegiatannya agar metode mengajar yang dipergunakannya menjadi efektif adalah :
1. Prinsip latihan ( Praktik). Prinsip latihan mengatakan bahwa apa yang dipelajari seseorang adalah apa yang dilakukannya. Semakin banyak ia melakukan sesuatu yang berkaitan dengan materi yang dipelajari semakin tinggi intensitas belajarnya.
2. Prinsip asosiasi atau menghubung-hubungkan. Prinsip asosiasi menyatakan bahwa orang yang belajar adalah berusaha menghubung-hubungkan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki dengan materi yang dipelajari. Semakin banyak pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki semakin mudah belajar.
3. Prinsip efek atau akibat. Prinsip efek (akibat) mengatakan bahwa orang yang belajar adalah melakukan aktifitas fisik dan mental yang dibarengi oleh perasaannya, senang atau tidak senang. Tidak ada orang yang belajar sesuatu yang berakibat tidak menyenangkan pada dirinya atau berakibat buruk pada dirinya.
4. Prinsip kesiapan (readiness). Prinsip kesiapan (readiness) menyatakan bahwa orang akan belajar apabila dirinya sudah siap untuk belajar, baik siap fisiknya atau siap mentalnya.
5. Prinsip penghayatan tujuan. Prinsip penghayatan tujuan mengatakan bahwa orang akan lebih terdorong untuk belajar sesuatu apabila ia benar-benar menyadari dan menghayati alasan mengapa ia harus mempelajari hal itu.
6. Prinsip urutan bertahap (sequence). Prinsip urutan bertahap (sequence) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah belajar apabila ia melakukannya dari yang paling mudah ke yang paling sulit.
7. Prinsip menghormati perbedaan individual (Individualisasi). Prinsip menghormati perbedaan individual (Individualisasi) mengatakan bahwa setiap orang mempunyai cara yang tersendiri dan unik mempelajari sesuatu.
8. Prinsip kesempatan belajar yang memadai. Prinsip kesempatan belajar yang memadai mengatakan bahwa setiap orang akan dapat memahami sesuatu pelajaran dengan baik apabila ia mendapat kesempatan belajar dan melakukan sendiri pekerjaan itu.
9. Prinsip mengetahui hasil belajar dengan segera (evaluasi). Prinsip mengetahui hasil belajar dengan segera (evaluasi) mengatakan bahwa seseorang akan lebih lancer belajar apabila ia setiap saat mengetahui bahwa ia maju belajar dengan betul dan tidak melakukan kekeliruan.
10. Prinsip pemusatan (Fokalisasi). Prinsip pemusatan (Fokalisasi) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah belajar sesuatu yang terpusat jelas yaitu sesuai dengan topik dan tujuannya.
11. Prinsip Konteks. Prinsip Konteks mengatakan bahwa orang belajar menghendaki situasi belajar yang nyata (real) yang sama dengan situasi dimana hasil belajarnya nanti digunakan. Semakin real situasi belajarnya semakin baik hasil belajarnya.
I. Jenis Belajar
Jenis-jenis belajar yang banyak dilakukan oleh manusia adalah :
1. Belajar isyarat.
2. Belajar rangkaian-tanggapan.
3. Belajar asosiasi verbal.
4. Belajar diskriminasi berganda.
5. Belajar konsep.
6. Belajar prinsip.
7. Belajar pemecahan masalah.
Pada hakikatnya orang belajar adalah untuk dapat memecahkan masalah yang dijumpai dalam kehidupannya. Untuk mampu memecahkan masalah perlu memahami prinsip-prinsip. Untuk memahami prinsip-prinsip perlu memahami konsep. Untuk menguasai konsep perlu mampu melakukan diskriminasi berganda. Untuk dapat melakukan diskriminasi berganda perlu belajar asosiasi verbal dan belajar rangkaian tanggapan. Untuk belajar asosiasi verbal dan belajar rangkaian tanggapan perlu belajar rangsangan tanggapan. Untuk belajar rangsangan tanggapan perlu belajar isyarat. Jadi belajar isyarat adalah jenis belajar yang paling sederhana dan terjadi pertama kali, sedangkan belajar pemecahan masalah adalah jenis belajar yang paling kopleks dan terjadi pada akhir.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Belajar adalah sesuatu proses yang memerlukan aktifitas. Artinya orang yang belajar itu ikut serta dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara aktif. Orang yang belajar itu mempelajari apa yang sedang dilakukannya, apa yang dilaksanakannya, dan apa yang sedang dipikirkannya. Pembelajaran memberikan reaksi atau tanggapan terhadap objek yang diobservasi dan apa yang sedang terjadi sewaktu berlangsung dalam proses pembelajaran.
Cara-cara dalam belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar, seperti anak belajar secara kontinyu (terus-menerus), anak belajar melalui panca indera, anak belajar melalui kegiatan, anak akan belajar sebaik-baiknya bila ia mempunyai dorongan atau alasan untuk belajar, anak akan belajar paling baik bila mereka sudah siap untuk belajar, anak belajar dengan jalan meniru, dan lain-lain. Dalam belajar terdapat berbagai faktor yang harus diperhatikan seprti faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam belajar, faktor-faktor psikologi yang mempengaruhi proses belajar, dan faktor-faktor penentu efisiensi belajar.
Kata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan dan sebagai kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat. Sedangkan kata tidak baku adalah kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan dan bahasa percakapan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bahasa tutur yang tidak resmi.
Dalam proses belajar terdapat tujuh ciri-ciri, yaitu proses aktif dari pelajar, dilakukan secara individual, kemampuan belajar setiap individu berbeda, dipengaruhi oleh pengalaman, melalui indera, didorong atau dihambat hasil belajar, dan dipengaruhi keadaan fisik dan lingkungan. Di dalam prinsip belajar terdapat sebelas prinsip, yaitu prinsip latihan (praktik), prinsip asosiasi atau menghubung-hubungkan, prinsip efek atau akibat, prinsip kesiapan (readiness), prinsip penghayatan tujuan, prinsip urutan bertahap (sequence), prinsip menghormati perbedaan individual (Individualisasi), prinsip kesempatan belajar yang memadai, prinsip mengetahui hasil belajar dengan segera (evaluasi), prinsip pemusatan (Fokalisasi), dan prinsip Konteks. Jenis-jenis dalam belajar terdapat berbagai cara, yaitu belajar isyarat, belajar rangkaian-tanggapan, belajar asosiasi verbal, belajar diskriminasi berganda, belajar konsep, belajar prinsip, dan belajar dalm pemecahan masalah.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2002. Bagaimana Cara Anak Belajar. (Online). (http://www.sabda.org/ pepak/e-binaanak/089/,diakses 15 September 2009).
Aiemalissa. 2009. kalimat baku. (online). (http://insanpurnama.blogspot.com/ 2009/03/ada-beberapa-istilah-yang-dalam-konteks.html. diakses pada hari selasa tanggal 15 Desember 2009).
Echa. 2009. Cara Belajar yang Baik. (Online). (http://www.acehforum.com/ search/Cara+Belajar+Yang+Baik, diakses hari selasa tanggal 15 Desember 2009).
Muin, juhri Abdul.2006. Landasan dan Wawasan Pendidikan Suatu Pendekatan Kompetensi Guru. Dicetak PT. Panji Gravika Jakarta. Penerbit: Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Metro Press.
Padmowihardjo, Soedijanto. 2000. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suharto, Hi dan Khosim. 2009. Materi Pokok Bahasa Indonesia. Metro : Universitas Muhammadiyah.
PENDAHULUAN
Sebagaimana diketahui bahwa belajar adalah kewajiban bagi semua pelajar. Hal itu sudah menjadi tuntutan. Tetapi masih banyak pelajar yang malas akan belajar. Hal itu disebabkan cara mereka yang salah dalam belajar. Cara-cara belajar yang baik akan menuntun mereka kedalam kemudahan dalam belajar. Belajar juga disebut sesuatu proses yang memerlukan aktifitas. Artinya orang yang belajar itu ikut serta dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara aktif. Orang yang belajar itu mempelajari apa yang sedang dilakukannya, apa yang dilaksanakannya, dan apa yang sedang dipikirkannya. Pembelajaran memberikan reaksi atau tanggapan terhadap objek yang diobservasi dan apa yang sedang terjadi sewaktu berlangsung dalam proses pembelajaran.
Dalam kepentingan dunia pendidikan, banyak pakar pendidikan dan ahli psikologi tanpa henti-hentinya mengadakan penelitian dan eksprimen terus menerus yang terkait dengan masalah blajar ini. Melalui upaya ilmiah ini, para ahli itu antara ingin mengetahui apa sebenarnya yang pada diri orang yang sedang belajar, bagaimana terjadinya proses belajar itu, dan bagaimana cara meningkatkan keberhasilan belajar. Serta perubahan apa yang akan terjadi akibat adanya kegiatan belajar pada diri seseorang. Dengan mengetahui cara-cara atau langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam proses belajar, maka peserta didik seperti mahasiswa, siswa,dan lain-lain, akan menjadi lebih mudah dalam mengembangkan kemampuan belajarnya.
BAB II
ISI
A. Pengertian belajar
Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa. Belajar pada umumnya dilakukan di sekolah ketika jam pelajaran berlangsung dan dibimbing oleh Bapak atau Ibu Guru. Belajar yang baik juga dilakukan di rumah baik Tips Dan Trik Cara Belajar Yang Baik Untuk Ujian. Belajar merupakan hal yang wajib dilakukan oleh para pelajar dan mahasiswa, dengan belajar kita dapat mengembangkan diri, mendapatkan keterampilan baru, mendapatkan cara yang lebih baik atau pengetahuan.
Mahasiswa yang bisa mengubah cara belajar dengan baik, maka mereka akan menghasilkan kemudahan dalam proses belajar. Kebanyakan mahasiswa yang hanya suka mendengarkan dosen berbicara, tetapi tidak untuk mengembangkan untuk lebih dalam, maka akan memberi dampak yang kurang baik pada diri sendiri.
Perencanaan dalam mengatur strategi yang baik adalah langkah awal untuk memulai kegiatan, contoh dengan adanya jadwal belajar, maka para mahasiswa dengan mudah untuk mengatur kegiatan dari bangun tidur sampai tidur kembali. Apabila kita telah membuat jadwal belajar maka harus dijalankan dengan baik. Contohnya seperti belajar tepat waktu dan serius tidak sambil main-main dengan konsentrasi penuh. Jika waktu makan, mandi, ibadah, dan sebagainya telah tiba maka jangan ditunda-tunda lagi. Lanjutkan belajar setelah melakukan kegiatan tersebut jika waktu belajar belum usai. Bermain dengan teman atau game dapat merusak konsentrasi belajar. Sebaiknya kegiatan bermain juga dijadwalkan dengan waktu yang cukup panjang namun tidak melelahkan jika dilakukan sebelum waktu belajar. Jika bermain video game sebaiknya pilih game yang mendidik dan tidak menimbulkan rasa penasaran yang tinggi ataupun rasa kekesalan yang tinggi jika kalah.
Keberhasilan adalah sesuatu yang diinginkan oleh semua orang dalam menggapai cita-citanya. Memperoleh keberhasilan pada anak tergantung dari cara bagaimana mereka belajar yang benar.
B. Cara-cara Belajar
Pencapaian hasil yang maksimal dari anak didik tergantung dari cara belajar atau strategi belajar siswa. Pemaksaan atau pemberian tekanan pada anak tidak akan menciptakan hasil yang maksimal, bahkan akan menimbulkan stres pada anak. Menumbuhkan motivasi pada anak adalah suatu cara yang paling efektif dalam belajar. Anak yang sudah mempunyai motivasi belajar, dimana timbul dari dalam dirinya sendiri, akan menciptakan pencapaian hasil yang maksimal. Para pendidik dan orang tua harus dapat menjadi motivator bagi anak. Ada beberapa strategi atau cara-cara dalam belajar, cara tersebut adalah :
1. Anak belajar secara kontinyu (terus-menerus).
Anak senantiasa belajar. Tak pernah mereka berhenti belajar. Bahkan mereka mungkin mempelajari beberapa hal sekaligus, padahal kita tidak pernah bermaksud mengajarkan hal tersebut kepada mereka. Kalau pengajaran kita tidak menantang mereka, boleh jadi mereka "belajar" bahwa Sekolah Minggu sangat membosankan dan tidak menarik. Jika penelitian Alkitab tidak membangkitkan minat, boleh jadi mereka "belajar" bahwa Alkitab adalah buku kuno yang menjemukan dan tidak ada hubungannya dengan masa sekarang. Jika mereka secara pribadi tidak terlibat dalam bagian doa dan penyembahan, boleh jadi mereka "belajar" bahwa saat doa adalah waktu yang baik untuk mengganggu teman yang duduk di sampingnya karena guru sedang menutup mata.
Kita sekali-kali tidak akan sengaja mengajarkan hal-hal ini. Namun demikian anak-anak mungkin akan mempelajarinya. Dengan mengetahui bahwa para murid kita belajar secara kontinyu, mungkin akan menolong kita untuk lebih berhati-hati mengenai apa yang kita ajarkan secara tidak langsung melalui suasana kelas.
2. Anak belajar melalui panca inderanya.
Belajar dengan menggunakan panca indera, memiliki tingkatan persentasi yang sangat besar dalam pengaruh proses belajar , tingkatan tersebut sebagai berikut :
a. 1 persen dari apa yang mereka baca.
b. 20 persen dari apa yang mereka dengar.
c. 30 persen dari apa yang mereka lihat.
d. 50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengan.
e. 70 persen dari apa yang mereka katakan sementara mereka melihat.
f. 80 persen dari apa yang mereka katakan sementara mereka melakukannya.
Anak hanya mempunyai satu cara belajar, yakni melalui panca inderanya. Panca indera itu merupakan pintu masuk ke dalam kesadarannya. Fakta ini menunjukkan pentingnya penggunaan bermacam-macam bahan bantuan untuk mengajar.
3. Anak belajar melalui kegiatan.
Inilah prinsip yang terpenting tentang cara belajar para murid. Belajar bukanlah pengalaman yang pasif. Hal belajar bukanlah sesuatu yang sekedar terjadi pada anak itu, melainkan adalah sesuatu yang dilakukan oleh anak itu. Anak dapat mengingat paling banyak dari sesuatu yang dipelajarinya dengan cara mengatakan dan melakukan.
Anak dapat terlibat dalam proses belajar melalui beberapa cara. Ia bisa belajar secara langsung dalam kegiatan-kegiatan, misalnya mengerjakan proyek-proyek, pekerjaan tangan, diskusi dan drama. Atau melalui lukisan-lukisan cerita ia bisa terlibat, secara tidak langsung karena menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Perasaannya dapat dibangkitkan, khayalannya digiatkan, emosinya digerakkan.
4. Anak akan belajar sebaik-baiknya bila ia mempunyai dorongan atau alasan untuk belajar.
Anak akan paling cepat belajar bila hal itu dijadikan sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan. Dalam proses belajar ada dua macam dorongan. Yang pertama adalah dorongan dari luar, secara lahir. Beberapa contoh dari dorongan sejenis ini ialah ganjaran, hadiah, penghargaan, dan pujian. Dalam mengajar di Sekolah Minggu ada tempat bagi dorongan sejenis ini, tetapi jangan sampai merupakan dorongan satu-satunya.
Dorongan yang kedua adalah dari dalam, secara batin. Keinginan, hasrat, dorongan hati pribadi adalah contoh-contoh dorongan sejenis ini. Dalam hal terlibat kebutuhan dan kepentingan yang dirasakannya. Dorongan inilah yang bekerja bila anak itu dipimpin untuk memahami bagaimana kebutuhannya dipenuhi melalui penerapan prinsip-prinsip Alkitab dalam kehidupannya. Sungguh penting bagi kaum remaja dan orang dewasa menginsafi bahwa ajaran Alkitab dapat dipraktekkan bagi keperluan hidup mereka.
5. Anak akan belajar paling baik bila mereka sudah siap untuk belajar.
Ini berarti bahwa sebelum pengajar menarik perhatian anak dan membangkitkan rasa ingin tahu mereka, mereka harus disiapkan untuk menerima kebenaran Alkitab. Juga, para murid siap untuk belajar bila mereka dapat melihat hubungan bagian-bagian pelajaran itu dengan keseluruhan pengajaran tersebut. Mungkin sebelumnya pengajar harus memberi uraian pendahuluan tentang seri pelajaran yang baru dan menghubungkan pelajaran-pelajaran yang dahulu dengan keseluruhannya melalui ulangan secara berkala. Suatu prinsip belajar lainnya yang terpaut di sini adalah bahwa para murid belajar hal-hal yang belum diketahuinya berdasarkan hal-hal yang sudah diketahuinya. Ini berarti pengajar harus mengetahui taraf pengertian murid-muridnya dalam hal-hal rohani. Kita harus mengetahui apa yang sudah diketahui para murid kita.
6. Anak belajar dengan jalan meniru.
Fakta ini sekali menunjukkan pentingnya kehidupan pengajar. Kita mengajar, baik dengan perbuatan dan sikap maupun dengan perkataan atau gagasan. Segala sesuatu mengenai diri kita mengajarkan sesuatu. Dalam arti yang sesungguhnya, kita ini adalah "surat ... yang dapat dibaca oleh semua orang." Dan lain-lain.
C. Contoh Cara Belajar dalam Menentukan Kalimat Baku dan Tidak Baku
Secara teoritis, dapat dikemukakan bahwa dalam pembicaraan seorang penutur harus mempertimbangkan faktor kepada siapa ia berbicara, di mana , tentang masalah apa, dan dalam suasana bagaimana. Dalam perkataan lain, setiap penutur mempertimbangkan faktor fungsi dan situasi dalam berbahasa. Dalam situasi formal penutur dituntut menggunakan ragam bahasa formal atau resmi, yang sering disebut ragam bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi tidak resmi penutur biasa menggunakan ragam bahasa nonbaku. Dan ada beberapa istilah yang dalam konteks soal tes memiliki pengertian yang sama atau dapat disamakan dengan kalimat baku. Istilah-istilah itu, misalnya, kalimat efektif dan kalimat yang baik dan benar. Kalimat baku adalah sebuah kalimat standar yang dipergunakan dalam penulisan karya ilmiah. Penulisan karya ilmiah mempergunakan kalimat-kalimat yang secara umum dikenal sebagai ragam tulis formal. Meskipun banyak di antara kita pernah membaca atau bahkan menulis karya ilmiah, kemampuan kita mengenali atau menulis dengan kalimat yang baku masih sedikit yang memilikinya.
Sebuah kalimat dapat dikategorikan sebagai kalimat baku, jika memenuhi syaratnya. Jika syarat tersebut terpenuhi maka dapat disebut kalimat baku, dan jika ada yang tidak terpenuhi, maka kalimat tersebut tidak dapat disebut kalimat baku.
1 Struktur Kalimat.
Syarat struktur kalimat adalah syarat yang berhubungan dengan kaidah-kaidah kalimat. Berikut ini beberapa kaidah kalimat yang sering diabaikan sehingga kalimat yang kita buat bukanlah sebuah kalimat baku.
Kalimat baku harus memiliki S dan P. Ketidakhadiran S atau P menyebabkan kalimat tidak baku, contoh (1): Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai.
Jika dianalisis unsur-unsurnya, kalimat tersebut tidak memiliki S. Kelompok kata dalam rapat itu berfungsi sebagai K sebab merupakan frase preposisional yang diawali preposisi dalam. Kata membahas menempati fungsi P. Kelompok kata masalah kenaikan gaji pegawai adalah O kalimat itu. Pola kalimat tersebut adalah “Dalam rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai”. Kalimat tersebut merupakan pola K P O. Oleh karena itu, kalimat tersebut tidak merupakan kalimat baku. Agar menjadi kalimat baku, perbaikan dapat dilakukan sebagai berikut:
Menghilangkan preposisinya sehingga menjadi frase nominal, dengan demikian kalimat itu menjadi “Rapat itu membahas masalah kenaikan gaji pegawai” (berpola S P O). Mengubah kata kerja membahas dalam kalimat itu menjadi dibahas sehingga kalimat itu menjadi “Dalam rapat itu dibahas masalah kenaikan gaji pegawai”, (berpola K P S).
Contoh (2): Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir.
Analisis unsurnya menunjukkan bahwa kelompok kata kecelakaan lalu lintas menempati S, sedangkan sebab kecerobohan sopir yang merupakan frase preposisional (diawali sebab yang pada kalimat itu menjadi kata depan) dan menempati fungsi K. Dengan demikian, kalimat tersebut berpola SK, “Kecelakaan lalu lintas itu sebab kecerobohan sopir”. Ternyata kalimat tersebut tidak memiliki P sehingga dapat dianggap sebagai kalimat tidak baku. Kalimat tersebut dapat diperbaiki dengan cara mengubah sebab menjadi disebabkan sehingga kalimat menjadi “Kecelakaan lalu lintas itu disebabkan kecerobohan sopir”, brpola S P Pel. Dapat juga dengan menambahkan kata lain, misalnya kata terjadi, yang akan berfungsi sebagai P, menjadi “Kecelakaan lalu lintas itu terjadi sebab kecerobohan sopir”, berpola S P K.
Contoh (3): Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekspedisi harus dikembalikan.
Pada kalimat tersebut terdapat konjungsi subordinatif, jika dan maka. Konjungsi jika dan maka menandai bahwa klausa yang mengikuti konjungsi tersebut merupakan klausa terikat yang merupakan perluasan unsur K. Jadi, kalimat tersebut tidak memiliki S dan P sebab unsur yang ada pada kalimat tersebut semuanya K. Jika dipolakan akan terlihat polanya seperti di bawah ini
“Jika ekspedisi tersebut tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekpedisi
K
harus Dikembalikan”.
K
Agar menjadi kalimat baku, yang dapat dilakukan terhadap kalimat tersebut adalah menghilangkan salah satu konjungsinya tergantung pada hubungan antarklausa yang dikehendaki. Seperti,
“Jika ekspedisi tidak menemukan sepotong fosil pun, maka dana ekpedisi
K
harus Dikembalikan”.
SP
Kalimat tersebut merupakan perbaikan dengan menghilangkan konjungsi maka, sehingga hubungan antarkalimat yang terjadi adalah hubungan syarat atau pengandaian.
2. Bentukan Kata.
Yang dimaksud bentukan kata adalah proses pengimbuhan dan makna gramatikal imbuhan. Penerapan imbuhan mempunyai kaidah atau aturan. Melekatkankan imbuhan pada kata dasar dapat menyebabkan perubahan bentuk imbuhan bergantung pada kata dasar yang dilekatinyanya agar pengucapannya menjadi lancar. Setelah dilekatkan pada kata dasar, imbuhan akan memunculkan makna yang biasanya disebut makna gramtikal. Sering kita keliru memahami makna imbuhan tersebut, sehingga pemakaian kata tersebut dalam kalimat menjadi salah.
3. Ketepatan Pengimbuhan.
Salah satu kaidah yang perlu diingat agar pengimbuhan menjadi tepat adalah proses nasalisasi. Proses nasalisasi diambil dari istilah konsonan nasal yaitu konsonan yang dihasilkan, sebab udara yang keluar dari paru-paru melalui hidung. Konsonan nasal ada empat buah, yaitu /m/, /n/, /ng/, dan /ny/. Proses nasalisasi terjadi jika awalan me- dan pe- dilekatkan pada kata yang berfonem awal /k/, /p/, /t/, dan /s/, lalu fonem awal tersebut berubah menjadi konsonan nasal.
Contoh :
me- + kirim = mengirim, /k/ pada kirim berubah menjadi /ng/
me- + pesona = memesona, /p/ pada pesona berubah menjadi /m/
me- + taati = menaati, /t/ pada taati berubah menjadi /n/
me- + sontek = menyontek, /s/ pada kata sontek berubah menjadi /ny/
Namun, me- atau pe- tidak mengalami nasalisasi jika kata yang dilekati itu berfonem awal berupa konsonan rangkap, seperti /pr/, /kr/, /tr/, dan /sk/.
Contoh
me- + protes = memprotes
me- + kritik = mengkritik
me- + traktir = mentraktir
me- + skor = menskor
Jadi, kalimat yang memiliki S-P atau kalimat sempurna tidak bisa disebut kalimat baku apabila dalam kalimat tersebut terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat.
Misalnya pada kalimat, “Kami tidak mempercayai berita-berita tersebut lagi”.
S P O
Kalimat tersebut adalah kalimat sempurna, tetapi kalimat tersebut bukan kalimat baku, sebab terdapat kata yang salah, yaitu kata mempercayai, yang semestinya memercayai.
4. Ketepatan makna imbuhan
Imbuhan memiliki makna gramatikal, yaitu makna yang muncul setelah imbuhan itu dilekatkan pada sebuah kata. Imbuhan tidak memiliki makna leksikal yang artinya sebuah imbuhan tidak memiliki arti apa pun sebelum imbuhan itu dilekatkan pada sebuah kata. Kaitannya dengan kalimat baku adalah kesalahan menggunakan imbuhan akan menyebabkan makna yang terbentuk pada kalimat akan ada kemungkinan keliru.
Imbuhan me-i dan me-kan memiliki perbedaan makna, meskipun dengan jumlah sedikit ada juga persamaannya. Apakah kata yang berimbuhan me-i atau me-kan yang harus dipergunakan dalam sebuah kalimat, bergantung kepada makna keseluruhan kalimat yang ingin disampaikan. Perhatikan pasangan kata di bawah ini.
menugasi = ‘menyerahi seseorang tugas’
menugaskan = ‘menyerahkan tugas, pekerjaan’
membawahi = ‘menempatkan diri di bawah perintah seseorang’
membawahkan= ‘menempatkan (sesuatu) di bawah’
contoh : Presiden menugaskan Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu.
Kalimat tersebut bukanlah kalimat baku, sebab terdapat kata berimbuhan yang tidak tepat, yaitu menugaskan. Seharusnya, sesuai dengan contoh kalimat, kata yang tepat adalah menugasi bukan menugaskan. Perbaikan yang tepat untuk kalimat adalah “Presiden menugasi Mendiknas untuk menyelesaikan kasus itu” atau “Presiden menugaskan penyelesaian kasus itu kepada Mendiknas”.
5. Kehematan
Kalimat baku pun harus memperhatikan kehematan, yaitu menghindari pemakaian kata yang mubazir. Pemakaian kata mubazir biasanya terjadi akibat adanya pleonasme atau tautologi dalam kalimat tersebut. Yang dimaksud dengan pleonasme adalah sebuah usaha menjelaskan sebuah gagasan atau ide yang sudah jelas, sedangkan tautologi adalah usaha menjelaskan sebuah gagasan atau ide dengan gagasan atau ide lain yang memiliki makna yang sama.
Contoh :
• Para hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
• Saya melihat peristiwa itu dengan mata kepala saya sendiri.
• Buku kuliahnya sangat tebal sekali.
Perbaikan kalimat-kalimat di atas adalah :
Hadirin merasa puas atas penjelasan direktur perusahaan tersebut.
Saya melihat peristiwa itu.
Buku kuliahnya sangat tebal.
D. Faktor yang Mempengaruhi Kesuksesan dalam Belajar
Gambar: Segitiga Sukses Belajar.
1. Lingkungan Sekitar
• Orang Tua.
• Guru.
• Teman.
Walaupun kecerdasan anak sendiri sangat mempengaruhi kesuksesan dalam belajar, namun karena hal tersebut adanya di dalam dan bukan faktor luar maka hal itu tidak disertakan dalam faktor lingkungan sekitar. Tentu saja peran orang tua dan guru sangat penting dalam pendidikan anak atau murid-muridnya, tetapi pertanyaannya adalah bagaimana mengembangkan sikap yang independen dan kreatif dalam proses belajar dan bukan hasil instan yang hanya berhasil bila ada pengawasan dari orang tua atau guru. Dan satu faktor yang perlu diperhatikan adalah pergaulan dengan teman seperti dikatakan oleh Ralph Waldo Emerson dengan baik, “Saya membayar kepala sekolah tetapi anak-anak sekolah lah yang mendidik anak laki-laki saya”.
2. Sarana Belajar :
• Tersedianya Buku yang Berkualitas.
• Suasana Tempat Belajar.
• Alat Bantu: Komputer dan Koneksi Internet.
Buku-buku yang berkualitas di rumah, di perpustakaan sekolah, turut berperan dalam perkembangan belajar anak terutama dalam pengembangan minat membaca anak-anak.
Satu hal yang cukup penting dalam proses belajar pada era teknologi ini adalah komputer dan koneksi internet. Begitu banyak informasi berkualitas yang gratis yang tersedia di internet yang dapat dimanfaatkan dalam perkembangan belajar anak.
3. Cara Belajar :
• Belajar Sedikit Demi Sedikit.
• Membaca Cepat “Speed Reading”.
Satu ungkapan terkenal dari Bill Gates, pendiri Microsoft adalah “You do it bit by bit”. Dia mengungkapkan itu untuk menjelaskan proses pembuatan program komputer. Pembuatan program adalah proses yang memakan waktu yang panjang yang tidak bisa dilakukan seketika yang memerlukan energi besar dan pikiran yang mendalam untuk menyelesaikannya. Ungkapan itu bisa juga diterapkan dalam proses belajar. Pada umumnya murid-murid masih terbiasa dengan belajar pada saat-saat akhir, sehari sebelum ulangan. Tidak mengherankan bila prestasi belajarnya juga tidak terlalu baik.
Salah satu teknik membaca yang perlu diketahui adalah teknik membaca cepat. Dengan teknik ini kita diajarkan untuk membaca indek, daftar isi, judul dan sub judul dan membaca isinya secara cepat dengan hanya menggunakan mata dan jangan menggunakan bibir, dan membaca pertanyaan-pertanyaannya. Dalam waktu yang singkat, kita diharapkan telah mengetahui secara umum apa yang dibahas dalam buku tersebut. Apa yang diajarkan teknik itu adalah agar kita segera mengetahui isi keseluruhan buku secara umum sehingga bila memerlukan untuk membacanya di lain waktu, kita telah mengetahui di buku mana dan bagian mana kita bisa membacanya kembali. Jadi jangan salah menilai bahwa setelah membaca cepat selesailah tugas kita membaca buku yang dimaksud.
E. Faktor-faktor Psikologi yang Mempengaruhi Proses Belajar
Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar adalah:
1. Tujuan belajar. Tujuan belajar adalah faktor psikologis yang sangat berpengaruh terhadap proses belajar. Tujuan belajar dari pelajar merupakan efek dari proses belajar. Proses belajar akan efektif kalau mencapai tujuan belajar yang benar. Oleh karena itu tujuan belajar pada diri pelajar perlu diperjelas, dibuat spesifik dan disadari oleh pelajar.
2. Tingkat aspirasi. Tingkat aspirasi akan menentukan pola tindakan seseorang untuk mencapainya. Tingginya tingkat aspirasi akan mendorong tumbuhnya proses belajar yang merupakan salah satu tindakan untuk mewujudkan aspirasi tersebut. Keberhasilan proses belajar mencapai suatu aspirasi akan menumbuhkan aspirasi baru yang lebih tinggi sedangkan kegagalan proses belajar mencapai aspirasi akan menurunkan tingkat aspirasi semula.
3. Pengetahuan tentang keberhasilan dan kegagalan. Pengetahuan tentang kegagalan dan keberhasilan proses belajar akan mengakibatkan pelajar merasa puas dan menjadi sumber motivasinya. Sebaliknya ketidaktahuan tentang kegagalan dan kebehasilan proses belajar akan mengakibatkan pelajar merasa kecewa dan menjadi sumber frustrasi.
4. Pemahaman segala sesuatu yang dipelajari. Proses belajar sebagai aktivitas berpikir akan berjalan lancar kalau diperoleh pemahaman dari materi yang dipelajari, sebaliknya aktivitas otak untuk berpikir akan pusing atau letih manakala tidak diperoleh pemahaman dari sesuatu yang dipelajari.
5. Umur pelajar. Umur pelajar bukan merupakan faktor psikologis. Tetapi sesuatu yang diakibatkannya akan merupakan faktor psikologis. Kemampuan belajar seseorang akan meningkat sampai puncaknya pada umur 25 tahun. Hal ini karena fungsi organ tubuh yang mendukung proses belajar semakin sempurna. Sesudah itu relatif tetap dan akan menurun pada umur 46 tahun, dan akhirnya menurun drastis pada umur 65 tahun. Hal ini berkaitan dengan mundurnya fungsi otot pendukung, kejenuhan belajar dan sulitnya pengaturan tata nilai.
6. Kapasitas untuk belajar. Kapasitas belajar merupakan gambaran potensi seseorang untuk mendapatkan hasil belajar berpengaruh terhadap proses belajar. Kapasitas belajar adalah daya untuk belajar.
F. Macam-macam Faktor dalam Penentu Efisiensi Belajar
1. Factor sifat pelajar yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Bakat.
b. Kematangan mental.
c. Kematangan fisiik.
d. Sikap mental.
e. Kesehatan.
f. UmurJenis kelamin.
2. Factor sifat pengajar yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Banyaknya mata ajaran.
b. Besarnya mata ajaran.
c. Kualitas mata ajaran.
d. Urutan mata ajaran.
e. Kegunaan mata ajaran.
f. Pengorganisasian mata ajaran/kurikulum.
3. Faktor fasilitas fisik yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Alat bantu pengajaran.
b. Alat peraga.
c. Ruangan dan perlengkapannya.
d. Sarana mobilitas.
4. Factor perilaku pengajar dan pelajar yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar adalah kesesuaian antara metode mengajar dan pengalaman belajar yang menjamin adanya intensitas interaksi belajar yang maksimal.
5. Factor lingkungan yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Lingkungan pelajar.
b. Lingkungan tempat belajar.
6. Factor sifat kelompok pelajar yang berpengaruh terhadap efisiensi belajar terdiri dari :
a. Besarnya kelompok.
b. Homogenitas kelompok.
c. Kekompakan kelompok.
d. Struktur kelompok.
e. Kepemimpinan kelompok.
f. Perilaku kelompok.
g. Sikap kelompok.
Besarnya efisiensi belajar bergantung dari enam factor tersebut dan sangat ditentukan oleh factor yang terlemah.
G. Ciri-ciri Dalam Proses Belajar
Tujuh ciri proses belajar adalah:
1. Proses aktif dari pelajar. Belajar adalah proses aktif dari seorang pelajar menyangkut aktivitas fisik dan mental yang dibarengi dengan perasaan.
2. Dilakukan secara individual. Proses belajar tidak dapat diwakilkan atau dicangkokkan pada orang lain, siapa yang berinteraksi dengan materi itulah orang yang belajar. Jadi proses belajar hanya terjadi pada individu pelajar atau proses belajar dilakukan secara individual.
3. Kemampuan belajar setiap individu berbeda. Kemampuan belajar setiap individu berbeda karena perbedaan faktor hereditas (bakat, tingkat kecerdasan), minat, umur, pengalaman, tingkat pendidikan, keadaan fisik/psikis.
4. Dipengaruhi oleh pengalaman. Proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman baik pengalaman yang menyangkut perasaan (senang, benci, bosan, bersemangat) atau pengalaman yang menyangkut penguasaan materi yang dipelajari (peta kognitif).
5. Melalui indera. Belajar dilakukan melalui indera yaitu indera merupakan pintu masuknya semua rangsangan (stimulus) belajar yang datang kepada seseorang. semakin banyak indera dilibatkan akan semakin baik hasil belajarnya.
6. Didorong atau dihambat hasil belajar. Belajar didorong atau dihambat oleh hasil belajar yaitu belajar yang berhasil baik akan mendorong proses belajar berikutnya, sebaliknya pelajar yang gagal akan merupakan hambatan psikologis untuk melakukan proses belajar berikutnya apalagi kalau mereka tidak mengetahui letak kegagalan itu.
7. Dipengaruhi keadaan fisik dan lingkungan. Belajar dipengaruhi oleh keadaan fisik pelajar. Keadaan fisik menentukan kesiapan untuk beljar misalnya kesehatan, kesegaran, cacat/tidak, pertumbuhan fisiknya sudah mencakup/belum. Demikian pula lingkungan berpengaruh terhadap proses belajar, misalnya: suasana ruangan, suasana sekolah, tempat pendidikan baik di kampus atau sekitar kampus, pelajar-pelajar lainnya.
H. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan oleh pengajar dalam merancang kegiatannya agar metode mengajar yang dipergunakannya menjadi efektif adalah :
1. Prinsip latihan ( Praktik). Prinsip latihan mengatakan bahwa apa yang dipelajari seseorang adalah apa yang dilakukannya. Semakin banyak ia melakukan sesuatu yang berkaitan dengan materi yang dipelajari semakin tinggi intensitas belajarnya.
2. Prinsip asosiasi atau menghubung-hubungkan. Prinsip asosiasi menyatakan bahwa orang yang belajar adalah berusaha menghubung-hubungkan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki dengan materi yang dipelajari. Semakin banyak pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki semakin mudah belajar.
3. Prinsip efek atau akibat. Prinsip efek (akibat) mengatakan bahwa orang yang belajar adalah melakukan aktifitas fisik dan mental yang dibarengi oleh perasaannya, senang atau tidak senang. Tidak ada orang yang belajar sesuatu yang berakibat tidak menyenangkan pada dirinya atau berakibat buruk pada dirinya.
4. Prinsip kesiapan (readiness). Prinsip kesiapan (readiness) menyatakan bahwa orang akan belajar apabila dirinya sudah siap untuk belajar, baik siap fisiknya atau siap mentalnya.
5. Prinsip penghayatan tujuan. Prinsip penghayatan tujuan mengatakan bahwa orang akan lebih terdorong untuk belajar sesuatu apabila ia benar-benar menyadari dan menghayati alasan mengapa ia harus mempelajari hal itu.
6. Prinsip urutan bertahap (sequence). Prinsip urutan bertahap (sequence) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah belajar apabila ia melakukannya dari yang paling mudah ke yang paling sulit.
7. Prinsip menghormati perbedaan individual (Individualisasi). Prinsip menghormati perbedaan individual (Individualisasi) mengatakan bahwa setiap orang mempunyai cara yang tersendiri dan unik mempelajari sesuatu.
8. Prinsip kesempatan belajar yang memadai. Prinsip kesempatan belajar yang memadai mengatakan bahwa setiap orang akan dapat memahami sesuatu pelajaran dengan baik apabila ia mendapat kesempatan belajar dan melakukan sendiri pekerjaan itu.
9. Prinsip mengetahui hasil belajar dengan segera (evaluasi). Prinsip mengetahui hasil belajar dengan segera (evaluasi) mengatakan bahwa seseorang akan lebih lancer belajar apabila ia setiap saat mengetahui bahwa ia maju belajar dengan betul dan tidak melakukan kekeliruan.
10. Prinsip pemusatan (Fokalisasi). Prinsip pemusatan (Fokalisasi) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah belajar sesuatu yang terpusat jelas yaitu sesuai dengan topik dan tujuannya.
11. Prinsip Konteks. Prinsip Konteks mengatakan bahwa orang belajar menghendaki situasi belajar yang nyata (real) yang sama dengan situasi dimana hasil belajarnya nanti digunakan. Semakin real situasi belajarnya semakin baik hasil belajarnya.
I. Jenis Belajar
Jenis-jenis belajar yang banyak dilakukan oleh manusia adalah :
1. Belajar isyarat.
2. Belajar rangkaian-tanggapan.
3. Belajar asosiasi verbal.
4. Belajar diskriminasi berganda.
5. Belajar konsep.
6. Belajar prinsip.
7. Belajar pemecahan masalah.
Pada hakikatnya orang belajar adalah untuk dapat memecahkan masalah yang dijumpai dalam kehidupannya. Untuk mampu memecahkan masalah perlu memahami prinsip-prinsip. Untuk memahami prinsip-prinsip perlu memahami konsep. Untuk menguasai konsep perlu mampu melakukan diskriminasi berganda. Untuk dapat melakukan diskriminasi berganda perlu belajar asosiasi verbal dan belajar rangkaian tanggapan. Untuk belajar asosiasi verbal dan belajar rangkaian tanggapan perlu belajar rangsangan tanggapan. Untuk belajar rangsangan tanggapan perlu belajar isyarat. Jadi belajar isyarat adalah jenis belajar yang paling sederhana dan terjadi pertama kali, sedangkan belajar pemecahan masalah adalah jenis belajar yang paling kopleks dan terjadi pada akhir.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Belajar adalah sesuatu proses yang memerlukan aktifitas. Artinya orang yang belajar itu ikut serta dalam proses pembelajaran yang dilakukan secara aktif. Orang yang belajar itu mempelajari apa yang sedang dilakukannya, apa yang dilaksanakannya, dan apa yang sedang dipikirkannya. Pembelajaran memberikan reaksi atau tanggapan terhadap objek yang diobservasi dan apa yang sedang terjadi sewaktu berlangsung dalam proses pembelajaran.
Cara-cara dalam belajar sangat berpengaruh dalam proses belajar, seperti anak belajar secara kontinyu (terus-menerus), anak belajar melalui panca indera, anak belajar melalui kegiatan, anak akan belajar sebaik-baiknya bila ia mempunyai dorongan atau alasan untuk belajar, anak akan belajar paling baik bila mereka sudah siap untuk belajar, anak belajar dengan jalan meniru, dan lain-lain. Dalam belajar terdapat berbagai faktor yang harus diperhatikan seprti faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam belajar, faktor-faktor psikologi yang mempengaruhi proses belajar, dan faktor-faktor penentu efisiensi belajar.
Kata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan dan sebagai kalimat resmi, baik lisan maupun tertulis dengan pengungkapan gagasan secara tepat. Sedangkan kata tidak baku adalah kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan dan bahasa percakapan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bahasa tutur yang tidak resmi.
Dalam proses belajar terdapat tujuh ciri-ciri, yaitu proses aktif dari pelajar, dilakukan secara individual, kemampuan belajar setiap individu berbeda, dipengaruhi oleh pengalaman, melalui indera, didorong atau dihambat hasil belajar, dan dipengaruhi keadaan fisik dan lingkungan. Di dalam prinsip belajar terdapat sebelas prinsip, yaitu prinsip latihan (praktik), prinsip asosiasi atau menghubung-hubungkan, prinsip efek atau akibat, prinsip kesiapan (readiness), prinsip penghayatan tujuan, prinsip urutan bertahap (sequence), prinsip menghormati perbedaan individual (Individualisasi), prinsip kesempatan belajar yang memadai, prinsip mengetahui hasil belajar dengan segera (evaluasi), prinsip pemusatan (Fokalisasi), dan prinsip Konteks. Jenis-jenis dalam belajar terdapat berbagai cara, yaitu belajar isyarat, belajar rangkaian-tanggapan, belajar asosiasi verbal, belajar diskriminasi berganda, belajar konsep, belajar prinsip, dan belajar dalm pemecahan masalah.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2002. Bagaimana Cara Anak Belajar. (Online). (http://www.sabda.org/ pepak/e-binaanak/089/,diakses 15 September 2009).
Aiemalissa. 2009. kalimat baku. (online). (http://insanpurnama.blogspot.com/ 2009/03/ada-beberapa-istilah-yang-dalam-konteks.html. diakses pada hari selasa tanggal 15 Desember 2009).
Echa. 2009. Cara Belajar yang Baik. (Online). (http://www.acehforum.com/ search/Cara+Belajar+Yang+Baik, diakses hari selasa tanggal 15 Desember 2009).
Muin, juhri Abdul.2006. Landasan dan Wawasan Pendidikan Suatu Pendekatan Kompetensi Guru. Dicetak PT. Panji Gravika Jakarta. Penerbit: Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Metro Press.
Padmowihardjo, Soedijanto. 2000. Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suharto, Hi dan Khosim. 2009. Materi Pokok Bahasa Indonesia. Metro : Universitas Muhammadiyah.
No comments:
Post a Comment